Rabu, 16 September 2009

Uang Dinar dan Dirham


Pendahuluan

Apa itu uang dan bagaimana seharusnya kita memperlakukan uang? Pertanyaan inilah yang akan mencuat terlebih dahulu saat kita berbicara tentang uang. Image uang dalam hidup bermasyarakat sering diposisikan sebagai simbol ukuran kebahagiaan, kesuksesan dan kekuasaan. Fenomena inilah yang membuat orang memburu uang, sebab dengan uang urusan menjadi lancar, dapat memperoleh kebahagiaan, dapat memuaskan apa yang diinginkan, dan menjadikan orang berkuasa untuk memerintah dan merendahkan orang lain. Implikasinya, sikut menyikut dan menghalalkan berbagai macam cara menjadi modus yang populer. Uang adalah “ayam betina yang tidak bertelur, karena itu bunga bank diharamkan”, begitu kata Aristoteles. Demikian halnya dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru istilah riba atau bunga pinjaman juga dilarang. Dalam Al Qur’an secara tegas Allah melarang riba dan menghalalkan perdagangan.(QS. Al-Baqarah (2): 275)

Perdagangan merupakan wahana yang sangat dibutuhkan oleh setiap insan dalam mengarungi bahtera hidup di dunia. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa berinteraksi dengan lainnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup itulah kemudian –yang dipengaruhi oleh perbedaan faktor geografis, iklim, musim dan keperluan lainnya-- dapat terjadi pertukaran komoditas di antara sesama manusia dengan cara barter yaitu suatu pertukaran barang yang tidak dibutuhkan dengan barang yang dibutuhkan secara langsung. Dengan kata lain barter yaitu suatu barang ditukar dengan baransg lainnya sesuai kesepekatan bersama.

Cara pertukaran barter memang mengandung banyak kesulitan dan kelemahan, untuk mempermudah dan mendapatkan barang yang diinginkan, manusia berupaya melakukan terobosan dan menggunakan barang perantara yang bersifat umum dan dapat digunakan untuk bertransaksi, yang pada saat ini dikenal dengan uang. Uang dalam lintasan sejarah, dapat dicermati melalui dua mata uang yang terkenal di dunia; dinar (emas berasal dari Romawi) dan dirham (perak berasal dari Persia). Hal ini terus berlangsung pada masa sebelum Islam dan berjayanya Islam yang memposisikan mata uang tersebut sebagai mata uang negara. Ujung tombak muara dinar dan dirhamlah kemudian muncullah istilah uang yang berkembang pesat dan bervariatif sampai sekarang ini.


Sejarah Uang: barter, dinar, dan dirham

Kemunculan uang saat pertama kali di dunia belum ada konsensus dari para ekonom untuk memperkirakan bagaimana uang tersebut dipergunakan. Pada masyarakat primitif istilah uang memang belum ditemukan, namun sebagai embrio akan kebutuhan yang mendesak manusiapun lambat laun menerapkan sistem barter yang perkembangannya nanti mencuat istilah uang sebagai ganti dari sistem barter. Perkembangan uang ini selanjutnya menjadi alat tukar sampai kini. Hal ini terjadi sebab pertukaran secara barter mengalami banyak kendala dibandingkan dengan uang. Kegiatan ini dapat dicermati bahwa pertukaran secara barter dapat berlangsung apabila penilaian terhadap barang yang akan dipertukarkan oleh masing-masing pemiliknya sudah sesuai baik jenis barang maupun nilai yang diinginkan. Jika salah seorang tidak menghendaki dan tidak membutuhkan terhadap barang yang akan ditukar, maka proses barter tidak dapat terjadi.

Sebelum pemikiran penggunaan uang yang dipakai secara umum oleh masyarakat, orang telah banyak mempergunakan benda jenis logam[i] sebagai alat tukar. Lagi-lagi sebab berat dan merasa kesulitan untuk membawa alat tukar yang terbuat dari logam, orang mulai memikirkan pembuatan alat tukar dari logam yang lebih praktis. Inilah cikal bakal adanya uang logam. Demikian halnya dengan cikal bakal uang kertas, pada zaman dahulu para pedagang yang menyimpan emas (dinar) di bank menerima surat tanda penitipan emas dari bank. Lambat laun surat bukti penitipan emas tersebut digunakan sebagai alat pembayaran.

Dalam lintas sejarah Islam, perdagangan merupakan dasar perekonomian di jazirah Arab sebelum Islam datang. Adapun mata uang yang dipergunakan pada waktu itu adalah dinar dari Roma dan dirham dari persia.[ii] Hal ini dapat dimaklumi karena bangsa romawi dan persia merupakan mitra dagang bangsa Arab. Di samping, letak geografis daerah Arab terutama Hijaz.[iii] Sehingga memberi keuntungan tersendiri bagi daerah tersebut untuk dilalui oleh rute perdagangan antara Persia dan Roma, Roma ke India serta daerah jajahannya seperti Syam (Syiria), Etiopia dan Yaman.[iv] Adapun nilai satu dinar pada waktu itu sama dengan sepuluh dirham[v]. Setelah Islam datang, mata uang dinar dan dirhampun masih digunakan sebagai alat transaksi pada zaman Nabi. Bahkan pada zaman ini telah ditetapkan bahwa mata uang dinar dan dirham merupakan sebagai alat pembayaran yang sah.

Menurut Dr. Kâdim as-Sadr dalam tulisannya “Money and Monetary Policise in Early Islamic Period” --yang kemudian dikumpulkan oleh Baqir dan Hasan dalam buku Essay-- menjelaskan koin dinar dan dirham ternyata memiliki kandungan emas dan perak yang tetap (fix) sehingga stabilitas nilai tukarnya stabil. Hal ini terjadi bukan hanya pada masa Rasul melainkan jauh sampai pada masa Dinasti Umayyah. Akan tetapi pada masa Umayyah juga dan Abbasiyah berat dinar dan dirham berubah demikian pula di persia.[vi]

Pada masa berikutnya kandungan dinar (emas) dan dirham (perak) mengalami perubahan di wilayah-wilayah kekuasaan Islam lainnya. Sehingga bisa disimpulkan dinar dan dirham meski pada awalnya dari Romawi dan Persia, Islamlah kemudian yang menorehkan pemberlakuan kedua mata uang tersebut dalam kurun waktu yang sangat lama berabad-abad hingga Dinasti Utsmani.

Untuk melihat peninggalan sejarah mata uang Islam dapat dilihat ada empat koleksi peninggalan mata uang salah satu diantaranya adalah mata uang yang dicetak pada masa Kalifah Ali Ra., sedangkan tiga lainnya adalah mata uang perak yang dicetak di Damaskus dan Mervi sekitar tahun 60-70 H.[vii] Sebenarnya, di zaman khalifah Umar dan Utsman Ra. mata uang juga telah dicetak mengikuti gaya dirham Persia dengan perubahan pada tulisan yang tercantum pada mata uang tersebut meskipun, diawal pemerintahan Umar Ra. pernah timbul pemikiran untuk mencetak uang dari kulit. Ide tersebut dibatalkan karena tidak disetujui para sahabat yang lain.

Mata uang khilafah Islam mempunyai ciri khusus yang dicetak pada masa Khalifah Ali ra. Namun sayang, peredarannya sangat terbatas karena kondisi politik pada saat itu. Mata uang dengan gaya persia juga ‘lagi-lagi’ di cetak pada zaman Mua`wiyyah dengan mencantumkan gambar dan pedang, Gubernur Irak, pada masa pemerintahan zaid, mencetak uang dengan mencantumkan nama khalifah. Al-hasil, modus yang dilakukan oleh Mu’awiyyah dan Ziad berupa pencantuman gambar dan nama kepala pemerintahan pada mata uang. Peninggalan tersebut kiranya masih dipertahankan sampai saat ini termasuk di indonesia dalam pembuatan uang dengan pencantuman gambar dan kepala pemerintahan. Meskipun mata uang yang beredar pada saat itu belum berbentuk bulat sepertui uang logam pada saat sekarang, baru pada masa ibn Zubair mata uang dengan bentuk bulat dicetak namun peredaranya hanya sebatas wilayah Hijaz.

Terobosan unik yaitu seperti gubernur kufah yang mencetak uang dengan gaya kombinasi Persia dan Romawi. Pada tahun 72-74 H --Bishri bin Marwan-- mencetak mata uang yang disebut atawiyya. Sampai pada zaman ini mata uang khalifah beredar bersama dinar Romawi dan dirham Persia serta sedikit himyarite Yaman. Barulah pada zaman Abdul Malik (76 H) tempat percetakan dapat terorganisasi dengan kontrol pemerintah yaitu dengan didirikannya tempat percetakan di Dara’jarb, suq ahwaz, Sus, Jay, Manadar. Maysan, Ray, Abarqubadh.[viii]

Dirham dan dinar memiliki nilai yang tetap karena itu tidak ada masalah dalam pertukaran uang, jika dinar dijadikan sebagai satuan nilai maka nilai dirham adalah perkalian dari dirham; dan jika diasumsikan dinar sebagai unit moneter nilainya adalah sepuluh kali dirham. Walau pun demikian, dirham lebih umum digunakan daripada dinar sebab aspek politis yaitu hampir seluruh wilayah kekaisaran persia yang mata uangnya dirham dapat dikuasai oleh angkatan perang Islam. Sementara tidak semua wilayah kekaisaran Romawi yang memiliki mata uang dinar dapat dikuasai Islam karena itu menjadi wajar kiranya bahwa mata uang dirham lebih umum di dunia perdagangan bangsa Arab saat itu.[ix] Sehingga dinar dan dirham menjadi mata uang dunia yang tidak dibatasi tempat dan waktu sampai masa keemasan Islam. Dengan kata lain mata uang dinar dan dirham fix. Untuk itulah banyak pemikiran dari tokoh-tokoh muslim di dunia baik melalui Islamic Development Bank (IDB) –yang didirikan 23 April 1975-- maupun cendikiawan muslim Indonesia melalui Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebut saja Cecep Maskanul Hakim dan lain-lainnya mencoba menggulirkan dan mencanangkan mungkinkah dinar emas akan kembali dijadikan sebagai mata uang dunia?.[x]

Dinar adalah mata uang dengan nilai fisik dan nilai intrinsik yang sama, karena berdasarkan emas. Di Indonesia, dinar memang belum populer. Dinar diproduksi dan diedarkan di Indonesia sejak tahun 2001. Penggunaan koin emas dinar oleh masyarakat Indonesia masih sangat terbatas, baik dari segi fungsi maupun kuantitas penggunaan.[xi] Berdasarkan standard World Isllamic Trade Organization (WITO), nilainya setara dengan 4,25 gr emas 22 karat, dengan diameter 23 mm. Bentuk dinar di seluruh dunia berbeda-beda.l Di Indonesiapun, bentuknya berbeda-beda, tergantung institusi yang mengeluarkannya. Dinar yang dikeluarkan oleh Baitulmaal Muamalat (B-Dinar) sisi mukanya bergambar Masjidil Aqsha, tulisan Baitulmaal, cahaya di atas Masjidil Aqsha, da gerigi roda.Sementara sisi bagian dalam tertulis dua kalimat syahadat.

Bentuk memang tidaklah terlalu signifikan, pada dasarnya semua lembaga jelas berhak mengeluarkan dinar asal memenuhi standar WITO kriterianya yakni harus 4,25 gr, 2 karat, berdiameter 23 mm.[xii] Apalagi seandainya bila pemerintah memiliki political will menjadikan dinar sebagai mata uang, bentuknya harus sama digunakan di seluruh Indonesia setelah melalui WITO sebagai lembaga akeditasinya.

Berlakunya suatu mata uang perkembangan selanjutnya (pasca dinar dan dirham) dapat dicermati dibatasi oleh tempat dan waktu tidak berlaku sepanjang masa, misalnya Rupiah hanya diterima di wilayah Indonesia, Rupe hanya diterima di wilayah India --dan banyak lagi mata uang negara lainnya-- sebagai alat pembayaran yang sah, dan tidak berlaku di wilayah lain.


Catatan Akhir:

[i] Hanya logam yang tidak berkarat yang dapat digunakan sebagai alat tukar seperti perak yang dikenal sebagai mata uang dirham dan emas yang dikenal mata uang dinar.
[ii] Ali Abdul Rasul, loc.cit, h. 126
[iii] Hijaz adalah kota yang sangat strategis sebab terletak di antara tiga benua yaitu Asia, Eropa, dan Afrika.
[iv] Ali Akbar Fayyad, History of Islam, (Tehran: Enteshart Daneshgah Tehran, 1958), h. 11-12
[v] Abdul Hay al-Kattani, The Sistem Of Propethic Development Goverment Calld The Administrative Procedure, ( Beirut: Dar Ihya Atthuras al ‘Arabi, tt), vol. II , h. 412-428.
[vi] Baghir al Hasani dan Abbas Mirakhor, Essay on Iqtisâd Islamic Approach to Ieconomic Problems, (USA: Nur, 1989) h. 199-201
[vii] Adirwarman A Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer,( Jakarta: Gipp, 2002) h. 58.
[viii] Ibid
[ix] Baghir al Hasani dan Abbas Mirakhor, loc.cit. h. 201-202
[x] Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi'i Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank Islam, (Jogjakarta: Dana Bakti Wakaf, 1992) h. 58. Bandingkan Adiwarman A Karim, Kajian Kontemporer, loc.cit., h. 146-148
[xi] Alia, “Dinar Aman, Menguntungkan, Bebas Riba”, (Jakarta: Majalah Alia, Januari 2004), h. 61
[xii] Ibid

- 14 Desember 2008

Sumber :
UANG DINAR DAN DIRHAM
Tulisan ini telah dimuat jurnal Al-Iqtishadiyyah
P3EI UIN JKT edisi 1 januari 2004)
Oleh: Muhammad Zen[1] )
[1]) Penulis, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kandidat Doktor Ekonomi Islam Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kini juga sebagai Sekjen Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UIN Jakarta

Dalam :
http://www.kampusislam.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=304
17 September 2009

Sumber Gambar:
http://www.dinarislam.com/wp-content/uploads/2009/08/dinar-dirham-294x300.gif

Bukti Stabilitas Daya Beli Dinar (Emas) dan Dirham (Perak) dari Al-Qur'an dan Al- Hadits

Mungkin Anda bertanya apakah ada uang atau unit of account di zaman ini yang tidak terpengaruh oleh inflasi ?, jawabnya ada yaitu mata uang yang memiliki nilai intrinsik yang sama dengan nilai nominalnya yaitu mata uang yang berupa emas dan perak atau dalam khasanah Islam disebut sebagai Dinar dan Dirham.

Mungkin pertanyaan Anda selanjutnya adalah apa benar emas dan perak atau Dinar dan Dirham tidak terpengaruh oleh inflasi atau daya belinya memang tetap sepanjang zaman ?, untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan uraian yang agak panjang sebagi berikut :

Beberapa bukti sejarah yang sangat bisa diandalkan karena diungkapkan dalam al-Qur’an dan Hadits dapat kita pakai untuk menguatkan teori bahwa harga emas (Dinar) dan perak (Dirham) yang tetap, sedangkan mata uang lain yang tidak memiliki nilai intrinsik terus mengalami penurunan daya beli (terjadi inflasi).

Dalam Al-Qur'an yang agung, Allah berfirman :"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: ”Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita tinggal (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu tinggal (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun". (Al-Kahf 019)

Di ayat tersebut diatas diungkapkan bahwa mereka meminta salah satu rekannya untuk membeli makanan di kota dengan uang peraknya. Tidak dijelaskan jumlahnya, tetapi yang jelas uang perak. Kalau kita asumsikan para pemuda tersebut membawa 2-3 keping uang perak saja, maka ini konversinya ke nilai Rupiah sekarang akan berkisar Rp 100,000. Dengan uang perak yang sama sekarang (1 Dirham sekarang sekitar Rp 33,900) kita dapat membeli makanan untuk beberapa orang. Jadi setelah lebih kurang 18 abad, daya beli uang perak relatif sama. Coba bandingkan dengan Rupiah, tahun 70-an akhir sebagai anak SMA yang kos saya bisa makan satu bulan dengan uang Rp 10,000,-. Apakah sekarang ada anak kos yang bisa makan satu bulan dengan uang hanya Rp 10,000 ? jawabannya tentu tidak. Jadi hanya dalam tempo kurang dari 30 tahun saja uang kertas kita sudah amat sangat jauh perbedaan nilai atau kemampuan daya belinya.

Mengenai daya beli uang emas Dinar dapat kita lihat dari Hadits berikut :

”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi S.A.W memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi S.A.W. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli debupun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)

Dari hadits tersebut kita bisa tahu bahwa harga pasaran kambing yang wajar di zaman Rasulullah, SAW adalah satu Dinar. Kesimpulan ini diambil dari fakta bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang sangat adil, tentu beliau tidak akan menyuruh ‘Urwah membeli kambing dengan uang yang kurang atau berlebihan. Fakta kedua adalah ketika ‘Urwah menjual salah satu kambing yang dibelinya, ia pun menjual dengan harga satu Dinar. Memang sebelumnya ‘Urwah berhasil membeli dua kambing dengan harga satu Dinar, ini karena kepandaian beliau berdagang sehingga ia dalam hadits tersebut didoakan secara khusus oleh Rasulullah, SAW. Diriwayat lain ada yang mengungkapkan harga kambing sampai 2 Dinar, hal ini mungkin-mungkin saja karena di pasar kambing manapun selalu ada kambing yang kecil, sedang dan besar. Nah kalau kita anggap harga kambing yang sedang adalah satu Dinar, yang kecil setengah Dinar dan yang besar dua Dinar pada zaman Rasulullah SAW maka sekarangpun dengan ½ sampai 2 Dinar (1 Dinar pada saat saya menulis artikel ini = Rp 1,171,725) kita bisa membeli kambing dimanapun di seluruh dunia – artinya setelah lebih dari 14 abad daya beli Dinar tetap.

Coba bandingkan dengan Rupiah kita. Pada waktu saya SD (awal 70-an) bapak saya membelikan saya kambing untuk digembala sepulang sekolah, harga kambing saat itu berkisar Rp 8,000. Nah sekarang setelah 35 tahun apakah kita bisa membeli kambing yang terkecil sekalipunpun dengan Rp 8,000 ? tentu tidak. Bahkan ayam-pun tidak bisa dibeli dengan harga Rp 8,000 !. Wallahu A'lam bi showab.

- 12 September 2008

Sumber :
M Iqbal, dalam :
http://www.nurdinar.com/2008/09/bukti-stabilitas-daya-beli-dinar-emas.html
17 September 2009

Penerapan Dinar dan Dirham Solusi dalam Sistem Moneter di Indonesia Tinjauan Perspektif Islam

Perkembangan Penerapan dinar dan dirham di Indonesia

Rencana tekhnis dalam penerapan penggunaan dinar dan dirham dalam perekonomian di Indonesia tampaknya akan segera terwujud secara nyata dengan adanya cetak biru (blue print) tentang pemakaian dinar dan dirham yang akan segera dipersiapkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam konferensi dijakarta tahun 2003. menurut sugiharto (Ketua Departemen Ekonomi ICMI) penyusunan blue print ini sudah disepakati oleh 10 institusi yang telah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan system ekonomi islam, terutama terhadap pemakaian mata uang dinar dan dirham. Lembaga-lembaga tersebut antara lain : ICMI, MUI, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, MES, Asbisindo, dan FOZ.

Tujuan pembuatan cetak biru ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam penerapan mata uang berupa dinar dan drihamdi Indonesia. Untuk memperkenalkan mata uang ini diperlukan sejumlah lembaga pengendali, seperti lembaga sertifikasi yang akan menilai pihak yang berhak mencetak dinar dan dirham agar tidak mudah dipalsukan. Dalam cetak biru itu akan diatur system distribusi dinar dan dirham yang disebut dengan wakala. Wakala berfungsi sebagai tempat penukaran mata uang (money changer).


Model Transaksi Dinar dan Dirham

Tidak saja secara teoritis, dalam implementasinya mata uang Dinar dan Dirham telah terbukti lebih stabil dibandingkan dengan fiat money yang digunakan dunia internasional sekarang. Dalam artikelnya “The Islamic Gold Dinar: Socio-economic Perspective“, Meera dan Aziz (2002) menjelaskan secara detail kelebihan sistem mata uang Islam (Dinar dan Dirham).

Tidak seperti uang hampa, Dinar dan Dirham tidak dapat dicetak ataupun dimusnahkan dengan sekendak-hati pihak berkuasa (pemerintah), karena ia memiliki nilai intrinsik 100%. Ini tentunya akan menghindari terjadinya kelebihan uang dalam masyarakat, atau dengan kata lain akan menghalang terjadinya inflasi. Tidak seperti uang hampa, Dinar dan Dirham juga akan diterima masyarakat dengan hati terbuka tanpa perlu “legal tender” atau penguatan hukum. Kalau masyarakat yang melakukan transaksi dihadapkan pada dua pilihan, untuk dibayar dengan uang hampa atau Dinar, sudah tentu mereka akan lebih memilih Dinar karena kestabilan nilainya.

Kestabilan Dinar ini tentunya akan mempromosikan perdagangan internasional. Bertransaksi dengan menggunakan Dinar akan mengurangi biaya transaksi. Bila Dinar digunakan sebagai mata uang tunggal dunia Islam, maka biaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang lainnya dalam dunia Islam tidak diperlukan lagi. Dan yang paling luar biasa adalah penggunaan Dinar akan lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik dan kekuatan asing. Sebagai contoh, dengan hanya mencetak Dolar tanpa perlu di-back up oleh emas dan kemudian dipinjamkan ke Indonesia, Amerika kini dengan mudah mendikte dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Inilah sebabnya Dinar diyakini mampu mewujudkan sistem moneter global yang berkeadilan (just world monetary system).


Kesimpulan

Mata uang dinar dan dirham telah dipergunakan pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Pada masa islam mata uang itu digunakan sebagai bagian dari hukum muamalah. Tidak menutup kemungkinan pada zaman modern sekarang penerapan kembali mata uang dinar dan dirham mengingat kembali cadangan emas yang dimiliki negara-negara baik negara timur tengah maupun negara asia lebih khusus negara asia tenggara seperti : Indonesia, Malaysia. Terbukti penerapan menggunakan mata uang dinar dan dirham mulai dilakukan saat ini di Malaysia, hal ini menjadi suatu pemicu bagi negara lain yang memiliki cadangan emas yang lebih banyak dibandingkan negara Malaysia, mengingat Indonesia yang mempunyai masyarakat mayoritas muslim dan mempunyai cadangan emas yang cukup banyak menjadi nilai plus untuk menerapkan secepatnya system mata uang dinar dan dirham.

Allahhu A’lam bis shawab
- 13 Juli 2009

Sumber:
Hendro Wibowo
Niriah Online, dalam :
http://www.iaeipusat.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=95&limit=1&limitstart=1
17 September 2009

Dinar Emas : 22 atau 24 Karat ?

Ada pelajaran yang membekas di benak saya dari guru saya dibidang ekonomi syariah Prof. Didin Hafiduddin dalam menyikapi berbagai hal yang kita temui di kehidupan sehari-hari kita – dalam hal muamalah maupun dalam hal Ibadah.

Pedomannya sederhana menurut beliau yaitu untuk urusan ibadah – perhatikan yang diperintahkan dan dicontohkan oleh junjungan kita Muhammad Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam. Di luar yang diperintahkan dan dicontohkan ini – haram hukumnya dalam Ibadah.

Sebaliknya dalam hal muamalah – perhatikan yang dilarang , di luar yang dilarang ini boleh hukumnya.

Nah dalam menjawab banyak pertanyaan tentang kadar Emas dalam Dinar, kaidah yang kedua yang saya pakai karena ini bab muamalah. Dalam berbagai buku fiqih yang saya baca, saya tidak menemukan satupun rujukan Ayat Al-Qur’an atau Hadits yang berbicara masalah kadar/karat emas ini.

Kalau toh ada pihak yang berusaha menjelaskan masalah ini, itu pendapat yang bersangkutan yang bisa benar dan bisa pula salah. Sama juga dengan pendapat saya, bisa benar bisa salah.

Ulama kontemporer zaman ini Dr. Yusuf Al-Qaradawi –pun ketika secara panjang lebar membahas masalah Dinar dan Dirham dalam Kitab Fiqh Al Zakah (King Abdul Aziz University, 2000); beliau tidak sedikitpun mengungkit masalah kadar emas dalam Dinar ini.

Beliau hanya mengungkit masalah beratnya yaitu Hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam yang berbunyi kurang lebih “Timbangan mengikuti yang digunakan penduduk Mekah, Takaran mengikuti yang digunakan penduduk Madinah”.

Dari hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam ini, dalam bahasannya Dr. Qaradawi menyimpulkan bahwa berat 1 Dinar atau 1 Mithqal adalah sama dengan 4.25 gram timbangan saat ini ; sedangkan berat 1 Dirham adalah 2.975 gram.

Kesimpulan yang antara lain didukung dengan hasil penimbangan Dinar yang diterbitkan pada jaman Khalifah Abdul Malik yang ada di musium ini ternyata juga sama beratnya dengan koin emas yang diterbitkan oleh kerajaan Byzantine.

Karena tidak adanya dalil yang mengatur masalah karat ini; maka saya menggunakan logika sejarah untuk memutuskan Dinar dengan kadar berapa yang disebar-luaskan oleh Gerai Dinar. Perlu diingat bahwa Gerai Dinar tidak membuat atau memproduksi Dinar sendiri – Gerai Dinar hanya menyebar luaskan Dinar yang diproduksi oleh Mitra kita satu-satunya di Indonesia yaitu Logam Mulia – PT. Aneka Tambang, TBK.

Berikut adalah fakta-fakta sejarah yang dapat saya temukan:
Semasa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam masih hidup; beliau belum (memerintahkan ) mencetak Dinar Islam sendiri. Berarti Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam menggunakan Dinar yang diproduksi oleh dunia di luar Islam. Apa yang ada sebelum Islam atau di luar Islam kemudian juga digunakan oleh beliau, maka ini menjadi ketetapan atau taqrir beliau – yang berati Dinar (uang emas) di luar Islam-pun boleh digunakan oleh umat Islam.

Dinar baru mulai dicetak di Kekhalifahan Islam pada jaman Kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60H) ; namun pada jaman itu uang emas dari Byzantine tetap juga digunakan bersama Dinar Islam.
Pada jaman Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (75 H-76 H) barulah beliau melakukan reformasi finansial, dimana hanya Dinar dan Dirham Islam yang dipakai di Kekhalifahan.

Sampai abad 19 koin-koin emas yang ada di dunia hanya berkadar antara 0.900 % – 0.9166 % atau yang paling mendekati adalah 22 karat ( 22 karat = 22/24 = 0.917%)
Jadi dengan fakta-fakta tersebut, manakah yang lebih mendekati Dinar jaman Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam; 22 karat atau 24 karat? Insya Allah Dinar 22 karat yang lebih mendekati, maka inilah pilihan saya.

Baru dalam 2 abad terakhir ketika teknologi pemurnian emas sudah semakin baik, koin emas 24 karat mulai dibuat orang. Meskipun demikian tidak serta-merta koin emas yang ada di dunia lantas rame-rame dibuat dalam kadar 24 karat.

Ketika koin emas digunakan untuk keperluan jual beli sehari-hari (sebagai alat tukar), maka dibutuhkan kekokohan (durability) yang tinggi –koin emas tersebut tetap dibuat dalam 22 karat. Sampai sekarang-pun koin emas American Eagle, British Britannias, South African Kruggerands tetap dibuat dalam 22 karat.

Demikian pula Dinar emas; yang diterbitkan di Malaysia oleh Islamic Mint Malaysia, di Dubai oleh e-Dinar dan di Indonesia oleh Logam Mulia juga menggunakan 22 karat karena intensinya memang Dinar emas ini suatu saat bisa menjadi Dinar emas yang aktif – yaitu sebagai alat tukar yang nyata.

Memang ada koin emas yang saat ini diproduksi dalam 24 karat seperti Canadian Maples, Chinese Pandas dan Australian Nuggets, termasuk juga beberapa produksi Logam Mulia – tetapi koin-koin semacam ini tidak pernah dimaksudkan menjadi alat tukar aktif.
Meskipun pendapat saya ini cenderung untuk menggunakan Dinar 22 karat karena intensinya suatu saat akan menjadi mata uang yang aktif digunakan sehingga dibutuhkan koin yang durable; maka konsisten dengan kaidah di atas – saya juga tidak bisa menyalahkan pihak-pihak yang menggunakan Dinar 24 karat, lha wong saya nggak ketemu dalil yang melarangnya kok – apa hak saya untuk menyalahkannya ? Lebih jauh lagi, kalau Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam saja mau menggunakan koin emas yang diproduksi oleh orang-orang di luar Islam – masa koin emas yang disalurkan saudara kita se-Iman kita tolak ?

Yang penting kita harus jujur, kalau Dinar yang kita perkenalkan 22 karat – maka katakan demikian. Inilah sebabnya mengapa di sertifikat kita yang menyertai setiap koin Dinar – kita sebutkan kadar dan beratnya dengan jelas. Semata-mata untuk jujur dan transparan pada para pengguna.

Kalau Anda sempat ke toko-toko emas di Mekah atau Medinah dan nanya Dinar, maka Anda akan diambilkan dalam genggaman tangan beberapa keping Dinar – tanpa sertifikat. Orang percaya begitu saja mungkin karena di Mekah atau Medinah, tetapi tahukah Anda berapa kadar emasnya? Anda hanya bisa tahu kadarnya kalau dites dengan technology tinggi seperti technology X-Ray yang dimiliki oleh Gerai Dinar dan Logam Mulia.

Lantas bagaimana bila di pasaran ada dua koin Dinar dengan karat yang berbeda ? Saat ini tidak menjadi masyalah karena keduanya masih belum sepenuhnya aktif sebagai alat tukar; kedua koin lebih banyak berfungsi secara efektif sebagai store of value.
Bila keduanya akan mulai aktif sebagai alat tukar yang beredar di pasar, maka seperti kata Ibnu Taimiyah – koin yang berkadar lebih tinggi akan dengan sendirinya menghilang dari pasar karena akan cenderung disimpan oleh pemiliknya atau diambil keuntungannya. Inilah mengapa di belahan dunia lain-pun koin 24 karat memang tidak diarahkan untuk menjadi alat tukar yang aktif seperti yang saya berikan contohnya diatas.

Kelak pada waktunya kekhalifahan Islam berdiri tegak; Insya Allah semuanya mengikuti satu standar yang sama – tetapi untuk saat ini belum ada yang berhak mengaku paling benar standarnya atau paling benar pemahamannya. Wallahu A’lam.

- 13 Agustus 2009

Sumber :
http://www.dinarislam.com/index.php/2009/08/13/dinar-emas-22-karat-atau-24-karat-kah/
17 September 2009

Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham


Uang sebagai alat tukar telah dikenal orang dan berkembang selama ribuan tahun.

Sementara di dunia barat rezim uang silih berganti dan penuh cerita kegagalan; Islam memiliki konsep yang sangat baku tentang uang dan segala bentuk transaksi yang melibatkan uang. Bukan hanya sebatas teori tetapi blue print kuangan Islam memang pernah diwujudkan dalam bentuk nyata di awal-awal Kekhalifahan Islam dan terbukti hasilnya berupa kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Umat Islam justru terperosok kedalam keterpurukan ekonomi di berbagai negara di zaman modern ini karena kita tidak berpegang pada sistem ekonomi dan moneter yang menjadi tuntunan agama yang mulia ini. Buku ini menggambarkan dengan jelas kerusakan-kerusakan yang timbul dari sistem moneter yang dianut di dunia saat ini, dan sekaligus memberi solusi bagaimana menurut Islam masalah keuangan ini seharusnya ditangani.

Melengkapi kajian – kajian fiqih yang terkait dengan kedudukan uang dalam hukum Islam, buku ini juga didukung dengan berbagai statistik antara lain mulai dari statistik harga emas selama lebih dari seratus tahun, harga minyak selama enam puluh tahun, dan index harga bahan pokok di Kekhalifahan Usmaniah selama satu setengah abad dibandingkan dengan index harga di dunia barat pada periode yang sama.

Meskipun banyak membahas masalah statistik harga dan menyinggung juga masalah teori kwantitas uang, buku ini ditulis untuk ddapat dibaca dengan mudah oleh siapapun dengan latar belakang apapun. Pembahasan masalah statistik dan keuangan dibuat secara sederhana, demikian juga disederhanakan pembahasan masalah fiqih yang terkait dengan uang.

Disadari bahwa Dinar dan Dirham yang menjadi tema sentral buku ini tidak dapat berdiri sendiri dalam mengembalikan kemakmuran Islam, oleh karenanya disinggung pula dalam buku ini roda-roda penggerak kemakmuran Islam lainnya yaitu sistem investasi yang bebas riba, pasar yang dikelola secara Islami dan pelembagaan dan profesionalisasi pengelolaan zakat dan wakaf.

Dengan bahasan yang luas namun singkat, diharapkan buku ini dapat menjadi bekal pengetahuan yang baik sekaligus menambah wawasan bagi para Da'I untuk men-da'wah-kan solusi Islam, sekaligus juga menjadi pencerahan bagi para pelaku bisnis agar mereka dapat berhijrah dari sistem ekonomi Ribawi yang sudah terbukti kegagalannya kembali dan ke solusi Islam – yang memang sudah dijanjikan bahwa kita tidak akan tersesat selama kita berpegang pada Al-Qur'an dan al- Hadits.


PERJALANAN UANG DARI WAKTU KE WAKTU

Perjalanan Uang Emas dan Perak
Perjalanan Uang Kertas
Kerusakan Yang Telah Ditimbulkan oleh Sistem Moneter Saat Ini
Perjalanan Kembali Ke Dinar dan Dirham


HAKIM' YANG ADIL BERNAMA DINAR DAN DIRHAM

Rencana Allah atas Penciptaan Emas dan Perak
Emas dan Perak Adalah Mata Uang Yang Fitrah
Perintah Menegakkan Timbangan Yang Adil
Menjaga Stabilitas Nilai Sepanjang Masa
Perubahan Persepsi Tentang Harga Emas dan Perak
Bukti-Bukti Stabilitas Nilai Dinar dan Dirham
Keharusan Menjaga Kekayaan Umat


ISLAM DAN SISTEM EKONOMI

Phylosophy Ekonomi
Prinsip- Prinsip dan Aturan yang Berlaku
Fungsi- Fungsi Operasional


ISLAM DAN TEORI MONETER

Teori Moneter Konvensional
Teori Mercantilism
Teori Klasik
Teori Marxist
Teori Austrian dan Neo Klasik
Teori Keynesian
Teori Monetarist
Sistem Moneter Dalam Islam
Sejarah Singkat Uang Dalam Islam
Pendapat Para Ulama Fiqih Klasik Tentang Uang
Kedudukan Uang Kontemporer Dalam Pandangan Fiqih


TEORI KWANTITAS UANG

Aplikasi Teori Kwantitas Pada Uang Kertas
Aplikasi 'Teori Kwantitas' Pada Dinar dan Dirham
Perbedaan Inflasi Yang Dhalim Dengan Naik-Turunnya Harga Yang Fitrah


SOLUSI UNTUK MENINGGALKAN FRACTIONAL RESERVE BANKING

Kerusakan Sistem Perbankan Dunia Barat Yang Kita Tiru
Solusi Untuk 100% Reserve System
Alternatif Peraturan dan Operasi Perbankan Syariah
Apakah Solusi Islam Akan Dapat Bersaing Merebut Hati Konsumen ?


RODA-RODA EKONOMI ISLAM YANG AKAN BERPUTAR BERSAMA DINAR DAN DIRHAM

Sistem Pembiayaan Yang Bebas Riba
Qirad atau Mudharabah
Musyarakah
Ini Pasarmu Wahai Muslimin...
Peran Pemimpin Umat Dalam Kaitan Dengan Pasar
Peran Para Pedagang
Pelembagaan dan Profesionalisasi Pengelolaan Zakat dan Wakaf


TAHAPAN IMPLEMENTASI DINAR DAN DIRHAM

Masalah-Masalah Yang Harus Diatasi
Penggunaan Dinar Sekarang Dan Prospeknya Kedepan
Tahap 1 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Belum Dikenal Luas dan Belum Diakui Sebagai Uang
Tahap 2 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Mulai Dikenal Luas Tetapi Belum Diakui Sebagai Uang
Tahap 3 : Penggunaan Dinar dan Dirham Secara Luas dan Siap Bersaing Dengan Mata Uang Masa Depan
Penggunaan Dirham dan Masa Depan Perak


PELEMBAGAAN HISBAH

Hisbah di Zaman Rasulullah SAW dan Sesudahnya
Pelembagaan Hisbah di Zaman Ini


EPILOG – OPTIMISME YANG HARUS DIMILIKI OLEH UMAT INI

Appendix I : Bagaimana Spekulan Mata Uang Beraksi
Appendix II : Produk Tolong-Menolong (Takaful) Berbasis Dinar
Appendix III: Belajar Dari Kesuksesan Abdurrahman bin Auf Dalam Berdagang
Appendix IV : Mobile Payment System Berbasis Dinar
Appendix V : Spesifikasi Teknis Perak Emas dan Perak
Appendix VI: "Draft Pidato" Presiden Amerika Serikat Untuk Pembubaran Dollar

Judul Buku : Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham
Penulis : Muhaimin Iqbal

Sumber :
http://www.pesantrenalam.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=17
17 September 2009
Penerbit : DinarClub - Spiritual Learning Center

Dinar-Dirham Anti Inflasi dan Spekulasi

Dinar dan dirham terbebas dari tindakan spekulatif dan inflasi, bahkan tindakan pemalsuan. Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia.

TUKAR dolar Anda menjadi emas dan perak! Demikian seruan ulama Amerika Serikat (AS) asal Yaman, Imam Anwar al-Awlaki, menyikapi krisis keuangan global saat ini yang dipicu bangkrutnya sejumlah lembaga keuangan Amerika.


Jika Anda termasuk orang yang Allah lapangkan rezqi-nya, maka Anda sebaiknya tidak memiliki property di AS dan Anda sebaiknya menukar dollar Anda menjadi emas dan perak, seru Imam Anwar dalam artikelnya, Is the Franklin morphing into the Washington!, di Imam Anwar’s Blog, www.anwar-alawlaki.com. Nilai emas dan perak telah bertahan sepanjang sejarah dan tidak ada alasan untuk mengira bahwa ia tidak akan bertahan di masa yang akan datang, imbuhnya.

Mantan Imam Masjid di Colorado, California, dan pemuka Islam di George Washington University ini menjelaskan, emas diakui sebagai mata uang selama beribu tahun. ?Uang FIAT (uang kertas) merupakan suatu penemuan baru dan hanya bernilai sesuai kekuatan politis dan ekonomis para penerbitnya beserta kepercayaan (trust) dunia terhadap kekuatan politis dan ekonomis tersebut,katanya merujuk pada kekuatan politis-ekonomis AS yang makin merosot akhir-akhir ini dan berimbas pada penurunan nilai dolar.

Seruan Imam Anwar bukan saja benar secara historis-faktual, tapi juga sesuai dengan nash hadits Nabi Saw. Abu Bakr ibn Abi Maryam meriwayatkan, ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, ?Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apa pun yang berguna selain dinar dan dirham? (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).

Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sebagai contoh, harga seekor ayam pada masa Rasulullah adalah satu dirham. Saat ini, 1,400 tahun kemudian, harga seekor ayam tetaplah satu dirham! Jadi, selama 1,400 tahun nilai inflasinya nol.

Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu digunakan oleh paleiothic man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi.

Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah memberikan perubahan signifikan terhadap penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) dalam aktivitas ekonomi. Pada masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO) dan berlaku hingga sekarang.

DALAM perdagangan, Nabi Saw selalu menggunakan dinar-dirham sebagai alat tukar. Dinar ditetapkan pada masa Khalifah Umar Bin Khattab berupa emas 22 karat seberat 4,25 gram. Dirham berupa perak murni seberat 3 gram. Standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar, berat dari 10 dirham setara dengan tujuh dinar (1 mithqal).

Pada 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdul Malik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak dirham untuk pertama kalinya. Secara resmi ia menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar. Sang khalifah memerintahkan, pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: ?Allahu Ahad, Allahu Shamad? (QS. Al-Ikhlash: 1-2).. Ia juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf. Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam.

Dinar dan dirham biasanya berbentuk bundar. Tulisan yang dicetak di atasnya memiliki tataletak melingkar. Lazimnya, di satu sisi terdapat kalimat ?tahlil? (La ilaha illallah) dan ?tahmid? (alhamdulillah). Sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan. Pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah dan terkadang ayat-ayat Qur’an.

Pasa masa kekuasaan Islam hingga berakhirnya era khilafah, koin emas dan perak menjadi mata uang resmi. Pasca khilafah, uang kertas menggeser posisi dinar-dirham. Sejarah membuktikan berulang kali, termasuk krisis keuangan global saat ini, uang kertas menjadi alat penghancur dan melenyapkan kekayaan umat Islam. Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan utang ataupun surat janji pembayaran menjadi alat tukar sah. (Mel, dari berbagai sumber).*
- 10 Agustus 2009

Sumber :
http://khilafahstuff.com/2009/08/10/dinar-dirham-anti-inflasi-dan-spekulasi/
17 September 2009

Rasulullah dan Uang Delapan Dirham

Dengan bekal uang delapan dirham, Rasulullah Saw berangkat ke pasar untuk membeli sesuatu. Namun di tengah jalan Rasulullah mendapati seorang perempuan tua sedang menangis. Beliau menghampiri perempuan tua tersebut dan menanyakan kenapa dia menangis. Ternyata perempuan tua itu kehilangan uangnya sebesar dua dirham. "Terimalah uang dua dirham ini sebagai gantinya". Lalu Rasulullah meneruskan perjalanannya menuju pasar.

Di pasar Nabi membeli sebuah gamis dengan harga dua dirham dan langsung dikenakannya. Setelah itu Rasulullah pulang. Ketika dalam perjalanan pulang, Rasulullah bertemu seorang lelaki tua yang tak mengenakan pakaian.

Orang tua itu berkata, "Siapa saja yang mau memberikan pakaian kepadaku, semoga Allah memberikan kepadanya pakaian dari sutra hijau di surga nanti."

Mendengar perkataan orang tua tersebut, Rasulullah lalu mencopot gamis yang baru saja dia beli di pasar dan menyerahkan kepada orang tua tersebut. Sebagai gantinya, Rasulullah yang masih memegang uang sebesar empat dirham kembali ke pasar dan membeli gamis lagi yang seharga dua dirham. Ketika beliau berjalan pulang, Rasulullah bertemu kembali dengan perempuan yang sudah diberi olehnya uang dua dirham tadi dalam keadaan menangis.

"Apalagi yang menyebabkan kamu menangis," tanya Rasulullah.

"Wahai Rasulullah. Aku ini pelayan yang disuruh belanja ke pasar oleh majikanku. Aku takut dimarahi karena terlambat, padahal keterlambatan itu disebabkan oleh uang yang hilang tadi. Aku takut pulang, jangan-jangan mereka memarahiku," Jawab perempuan tua itu.

"Pulanglah, aku akan mengantarmu," Kata Rasulullah. Maka perempuan tua itu di antar oleh Rasulullah ke tengah keluarganya di perkampungan sahabat Anshor.

"Sesampainya di rumah majikan perempuan tua itu, Rasulullah berkata, "Pelayan wanitamu ini terlambat datang. Ia takut kalau kau marah atau menyiksanya. Kalau kau mau marah atau menyiksanya, silahkan kepadaku saja," Kata Rasulullah kepada para wanita itu.

"Kami telah menerima bantuanmu wahai Rasulullah. Kami telah membebaskan perempuan ini. Karena dialah Rasulullah berkunjung ke rumah ini dan memberi salam kepada kami tiga kali. Dia merdeka untuk Allah Yang Maha Agung," Kata mereka.

Dengan melangkah pulang Rasulullah berkata, "Sungguh aku tidak pernah melihat perkara yang lebih berkah daripada uang delapan dirham ini," Katanya.

Bagaimana dengan kita yang memiliki harta yang banyak yang lebih besar dari delapan dirham. Apakah mau membantu seseorang yang sedang kesulitan dengan harta yang kita miliki, meskipun orang tersebut tidak kita kenal. Mudah-mudahan kisah di atas dapat menggugah hati kita untuk meneladani akhlak Rasulullah Saw sebagai panutan dalam kehidupan kita sehari-hari. Amiin. (zar, www.pkesinteraktif.com)

Disarikan dari berbagai sumber
- 30 Januari 2009

Sumber :
http://www.pkesinteraktif.com/content/view/4080/221/lang,id/
17 September 2009

Miskin Setelah Berkuasa

"Bantulah saya jika berada di jalan yang benar, dan perbaiki jika berada di jalan yang salah. Kebenaran adalah kepercayaan; kesalahan adalah pengkhianatan." (Dari Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq)

Kita kenangkan pada hari Isra' Mi'raj seorang bapak. Seorang saudagar yang langsung percaya ketika mendengar kabar perjalanan Nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian ke Sidratul Muntaha, kemudian balik lagi, dalam waktu hanya sekejap, di malam hari. Seorang yang secara khusus diminta Rasulullah SAW menemaninya berhijrah ke Madinah. Seorang yang ketika masuk Islam punya 40.000 dirham, belum lagi uang yang sedang beredar dalam perdagangan. Aset yang menjadikannya konglomerat papan atas di Jazirah Arab. Tapi tinggal 5.000 dirham ketika berhijrah, susut karena penggunaan untuk perjuangan agama. Seorang yang jika ada yang memujinya selalu tampak sedih: "Ya Allah, Engkau lebih tahu diriku daripada aku sendiri, sedangkan aku mengetahui diri sendiri lebih dari yang diketahui orang-orang itu. Ampunilah dosa-dosaku yang tidak mereka tahu, dan jangan buat aku bertanggung jawab atas puji-pujian mereka itu."

Subhanallah, dialah Sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., yang dipilih secara aklamasi oleh kaum muslimin sebagai pemimpin umat, Khulafaurrasyidin yang pertama. Berikut pidato pertamanya setelah diangkat jadi Khalifah :

"..... Kebenaran adalah suatu kepercayaan; kesalahan adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah diantara kalian akan menjadi kuat bersama saya, sampai kebenaran terbukti. Orang yang kuat diantara kalian akan menjadi lemah bersama saya, sampai saya ambil dari dia hak orang yang lemah. Patuhilah saya selama saya mematuhi Allah dan Rasul. Jika saya tidak mematuhi allah dan Rasul, jangan patuh kepada saya."

Ketika merasa ajalnya hampir tiba, Abu Bakar Ash-Shiddiq menanyakan kepada pegawai Baitul Mal jumlah tunjangan yang sudah diambilnya. Setelah direken, pegawai itu menjawab: 6.000. dirham. Itu untuk dua setengah tahun masa kekhalifahan. Abu Bakar Ash-Shiddiq lalu menyuruh tanah miliknya dijual, dan seluruh hasilnya diserahkan kepada Baitul Mal.

Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat sehabis Shalat Magrib, Senin 8 Jumadil Akhir 13H (23 Agustus 634), dalam usia 63 tahun. Seorang saudagar kaya, yang memiliki 40.000 dirham tunai ketika memeluk Islam, tapi menjadi miskin sewaktu wafat sebagai khalifah pertama dalam Islam.

Keluarga-keluarga kita, di Tanah Air, bertambah makmur jika salah satu anggotanya menduduki jabatan kekuasaan.
- 7 September 2009

Sumber :
Ibnu Muslim
http://politikana.com/baca/2009/09/07/miskin-setelah-berkuasa.html
17 September 2009

Larangan Menjadi Hamba Dirham dan Dinar

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, "Rasulullah bersabda, "Merugilah hamba dinar, hamba dirham dan hamba khamisah (pakaian sutera), jika diberi ia senang, jika tidak diberi ia marah. Celaka dan merugilah ia! Apabila tertusuk duri tidak akan tercabut duri itu darinya," (HR Bukhari (2887).

Kandungan Bab :

Harta adalah fitnah (godaan dunia), apabila harta menguasai hati seorang hamba niscaya harta akan membelenggunya. Hingga ia menjadi hamba harta, tidak bergerak kecuali untuk mengejar harta dan tidak senang kecuali dengannya.
Barangsiapa hatinya didominasi oleh harta, maka ia akan bakhil terhadap karunia yang telah Allah berikan kepadanya. Ia tidak akan menunaikan kewajiban yang telah Allah bebankan atasnya.

Haram hukumnya menjadikan harta sebagai prioritas utama, puncak usaha dan kesungguhannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab al-Washiyyah ash-Shughraa, hal. 55-58, "Kemudian seyogyanya ia mengambil harta dengan murah hati agar ia memperoleh berkah darinya. Janganlah ia mengambilnya dengan ketamakan dan berkeluh kesah (kurang puas). Namun hendaklah kedudukan harta tersebut baginya seperti kamar kecil (wc) memang dibutuhkan tapi tidak mendapat tempat dalam hati. Usahanya merebut harta hendaklah seperti usahanya merperbaiki kamar kecil (wc).

Dalam sebuah hadits marfu' yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lainnya disebutkan,

'Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai beraikan pekerjaannya dan akan memecah belah usahanya. Dan ia tidak akan memperoleh dunia kecuali sekadar yang telah ditetapkan untuknya. Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan memudahkan pekerjaannya dan memberinya kekayaan pada hatinya. Dan dunia pasti akan datang menghampirinya," (Fani)
- 27 Oktober 2008

Sumber:
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali
Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/601-602.
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1652&Itemid=67
17 September 2009

Dinar dan Dirham dalam Perspektif Muamalat Umat Islam

Dinar dan Dirham cukup dikenal dalam dunia Islam. Dinar adalah uang emas dan Dirham adalah uang perak. Dinar dan Dirham dijaman Rasul merupakan alat tukar yang ternyata lebih memiliki keunggulan ketimbang mata uang yang lain.

Bentuknya ideal dan lebih standar. Alkisah mengabarkan bahwa mata uang ini sudah digunakan sejak 46 SM yang diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Rumawi. Walau demikian Islam tidak melarang menggunakan mata uang tersebut, dan bahkan Rasulullah menggunakan mata uang ini untuk keperluan ibadah maupun muamalah. Dalam perjalanan sejarah Rasul ketika berdagang, juga menggunakan mata uang ini.

Dari zaman Rasulullah uang dinar terus mengalami perkembangan pesat sampai Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, dimana beliau berhasil memperluas hubungan dengan dunia barat, mata uang dinar dan dirham ini dikukuhkan menjadi mata uang resmi untuk alat tukar. Pada saat itu telah pula ditetapkan perbandingan berat dinar dan perak yaitu 7 dinar beratnya sama dengan berat 10 dirham.

Dan terus dilakukan upaya untuk memperoleh standarisasi uang dinar, akhirnya diukurlah berat dinar dan ditemukan hasilnya adalah bahwa 1 dinar beratnya mencapai 4.25 gram. Semua uang yang tersimpan dimusium diukur dan hasilnya sama yaitu 4.25 gram. Juga pengukuran berat dilakukan terhadap mata uang dirham, dan hasilnya ditemukan bahwa berat 1 dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram.

Seiring dengan perkembangan perekonomian saat itu khususnya dalam dunia Islam,maka selama tujuh abad, sejak abad ke 13 sampai awal abad ke 20, dinar dan dirham, penggunaannya kian meluas sampai kebenua Eropa bagian Selatan dan Timur dan selanjutnya menyebar sampai ke Afrika bagian Utara selanjutnya ke daerah-daerah Asia.

Dinar dan dirham selalu setabil mengingat uang tersebut dibuat dari hasil barang tambang yang memiliki nilai intrinsik sesuai dengan berat dinar dan dirham tersebut. Mengenai kadar emas pada uang dinar tak perlu ragu. Gunakan saja produk Gerai Dinar (GD) dimana GD telah memperoleh sertifikat Komite Akreditasi Nasional (KAN). Untuk mencetak dinar dan dirham harus kerja keras lebih dulu dengan melakukan penambangan emas yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Dengan menggunakan dinar dan dirham berarti kita telah membudayakan kerja keras dan bukan budaya instance atau cepat saji sebagaimana cepatnya menyajikan makanan produk Amerika. Berbeda dengan uang kertas yang dibuat tidak menggunakan kaedah-kaedah nilai suatu barang. Selembar uang kertas bisa saja diberi nilai seratus ribu rupiah atau satu juta, tetapi harga bahan kertas yang dibuat menjadi uang tersebut tidak sebanding dengan nilainya.

Tanpa kerja keras kita bisa mencetak uang berapapun yang kita mau. Apakah itu sama saja dengan mengajarkan kita semua untuk menjadi manusia tanpa kerja keras bisa memperoleh uang dengan nilai tinggi? Jika begini, cepat atau lambat akan tercipta budaya malas, dan masyarakat akan terinspirasi dengan budaya cepat saji (instance).

Jika suatu Negara, kita misalkan Indonesia, mencetak uang rupiah melebihi nilai dari kekayaan yang dimiliki, mungkin akibat pihak otoritas selalu mengalami defisit anggaran atau disebabkan karena yang lain, yang dengan alasan tidak jelas akhirnya pihak otoritas memilih mengambil jalan pintas dengan mencetak uang tanpa menyesuaikannya dengan kekayaan Negara, maka tentu mata uang rupiah dengan sendirinya akan mengalami pergeseran nilai yang pada gilirannya rupiah tidak memiliki harga jual yang tinggi dibanding dengan dinar dan dirham.

Coba kita merenung sejenak kemasa-masa lalu kita saat kita masih anak-anak. Harga pisang goreng sekitar tahun 1963 sampai dengan 1966-an, satu rupiah bisa dapat 10 sampai dengan 15 potong goreng pisang. Sesuai dengan besar kecilnya dan tempat kita membeli. Sekarang harga goreng pisang mencapai tujuh ratus lima puluh rupiah sampai dengan dua ribu rupiah satu buah. Artinya bahwa penurunan nilai rupiah dari dulu sampai sekarang terus berlanjut dan berlanjut.

Jika kita amati banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan/inflasi nilai rupiah. Salah satunya angka korupsi yang terlalu tinggi menjadi salah satu pemicu terjadinya inflasi disamping rupiahnya yang belum teruji dengan munculnya beraneka macam kebijakan moneter yang sulit dapat dipahami. Andainya saja pihak otoritas moneter memilih dinar dan dirham menjadi mata uang kita, tentu pihak otoritas keuangan di Indonesia tidak dapat mencetak uang seenaknya. Karena untuk mencetak dinar, pihak otoritas moneter harus mendapatkan emas lebih dulu, itu artinya bahwa

Indonesia harus lebih bekerja keras untuk mendapatkan emas, baru bisa dicetak dinarnya. Kalau sekarang kapan pihak otoritas keuangan mau, ya langsung rupiah bisa dicetak dan tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan emas. Cukup dengan membeli kertas dan tintanya dengan harga yang jauh lebih murah ketimbang menambang emas, maka sudah bisa mencetak uang berapapun yang diperlukan.

Lagi-lagi rakyat yang harus membayar mahal setiap pihak otoritas moneter mencetak uang. Karena dengan dicetaknya uang tanpa mempertimbangkan hal-hal yang tersebut diatas, maka sudah pasti terjadi penurunan nilai rupiah. Kalau sekarang saya punya uang satu juta bisa beli sepeda balap, maka setelah dicetaknya uang baru tersebut harga sepeda akan naik menjadi satu juta tiga ratus atau lebih. Begitulah seterusnya akan terjadi sampai anak cucu kita yang keseribu atau lebih, sampai pihak otoritas moneter di Indonesia ini, memilih mata uang yang telah teruji selama berabad-abad yaitu dinar dan dirham sebagai mata uang yang penggunaannya telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Benarlah apa yang dikatakan para muballigh/at, bahwa Rasulullah itu contoh dan tauladan yang baik. Bukan saja contoh dan tauladan yang baik untuk urusan hubungan vertikal tetapi juga untuk urusan-urusan hubungan horizontal yaitu hubungan antara manusia kepada manusia dalam arti yang seluas-luasnya, mencakup persoalan sosial, budaya, politik, ekonomi, hukum, dan Ilmu pengetahuan.

Kembali kepersoalan dinar dan dirham, bahwa jika kita cermati, penggunaan dinar dan dirham telah menganut sistem keseimbangan. Uang apapun jenisnya, dan Negara manapun yang mencetaknya, harus selalu mempertimbangkan faktor keseimbangan antara harta yang dimiliki suatu Negara dengan uang yang akan dicetaknya. Keseimbangan merupakan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai kitab suci ummat Islam.

Dinar dan dirham telah teruji kestabilannya walaupun juga fluktuatif, namun fluktuasinya tidak sedahsat mata uang yang lain, seperti rupiah. Bukan berarti mengecilkan mata uang rupiah, namun hanya sekedar melakukan studi banding antara rupiah dengan dinar yang memiliki keseimbangan antara nilai mata uang dinar dengan emas yang terkandung dalam dinar tersebut. Disisi lain dinar merupakan cermin bagaimana sesungguhnya menata perekonomian suatu bangsa agar benar-benar dapat mensejahterakan seluruh warga negaranya.

Sumber :
Furqon Al-Banna
Penulis adalah: Direktur Pengkajian dan Pemberdayaan Ummah DPP Lembaga Pemantau Pendidikan Indonesia
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=18040:dinar-dan-dirham-dalam-perspektif-muamalat-umat-islam&catid=325:12-juni-2009&Itemid=217
17 September 2009

Dinar dan Teknologi, Dimana Peluangnya ?

Dalam waktu dekat, ketika Dinar dan Dirham mulai dikenal secara luas Insyaallah, kelompok-kelompok pengguna Dinar dapat meningkatkan lebih lanjut kegiatan tolong-menolongnya dalam bentuk untuk saling bertransaksi menggunakan Dinar dan Dirham. Transaksi yang masih bersifat internal (jamaah atau Club) ini dapat meliputi kegiatan investasi, perdagangan maupun konsumsi.

Untuk tahap ini ada beberapa contoh yang bisa digunakan. Pertama adalah apa yang sudah dilakukan oleh E-Dinar , yaitu perusahaan yang bermarkas di Dubai. Dengan teknologi yang berbasis web, perusahaan ini sudah bisa memfasilitasi transaksi di internet antara pemegang account E-Dinar dengan pedagang atau penjual jasa yang juga sudah melayani pembayaran dengan menggunakan E-Dinar . Hanya karena teknologi web ini di Indonesia belum terlalu praktis untuk keperluan sehari- hari maka penggunaan E-Dinar di Indonesia masih sangat terbatas.

Contoh lain dari penggunaan Dinar di zaman modern ini adalah menggunakannya sebagai kartu tagih (Charge Card) yang berbasis Dinar sebut saja DinarCard. Cara beroperasinya mirip dengan kartu sejenis yang berbasis uang kertas, hanya setiap ada transaksi ditagihkan ke account Dinar dari pemegang kartu yang bersangkutan. Minimal ada dua jenis transaksi yang bisa difasilitasi oleh DinarCard yaitu transaksi untuk belanja dan transaksi untuk pengambilan tunai. Apabila transaksi belanja atau pengambilan tunai dilakukan oleh pemegang account dengan menggunakan mata uang lain selain Dinar, maka nilai transaksi akan dikonversikan ke Dinar sesuai rate yang berlaku saat transaksi.

Contoh berikutnya yang juga bisa diperkenalkan pada tahap ini adalah penggunaan Dinar dan Dirham sebagai basis Mobile Payment System (MPS) yang teknologinya sedang diperebutkan secara ketat oleh para pemain MPS dunia. Dengan teknologi MPS ini, telepon genggam yang saat ini sudah puluhan juta di Indonesia dapat berubah menjadi alat pembayaran yang efektif dari pengguna yang satu kepada pengguna lainnya. Dengan teknologi MPS, uang Dinar dan Dirham dapat digunakan sepraktis uang manapun didunia – namun tetap dengan keunggulannya yang hakiki yaitu nilai yang tidak bisa rusak atau dirusak oleh spekulan mata uang, Dinar juga akan selalu bisa di klaim kembali uang fisiknya sehingga akan tetap paling aman dari sisi risiko kejahatan penjahat-penjahat era cyber yang semakin canggih.

Karena persaingan teknologi telekomunikasi khususnya yang terkait dengan komunikasi bergerak saat ini tengah berlangsung sangat ketat antara para pemain besar di Indonesia maupun dunia, persaingan ini juga sudah masuk pada aplikasi-aplikasi yang akan meningkatkan layanan yang bisa dilakukan oleh komunikasi bergerak tersebut. Salah satu layanan yang saat ini diperebutkan oleh para penemu adalah bagaimana menggunakan teknologi komunikasi bergerak untuk layanan pembayaran. Teknologi ini dikenal dengan Sistem Pembayaran Bergerak atau Mobile Payment System (MPS).

Penerapan mata uang Dinar dan Dirham pada zaman ini juga akan sangat diuntungkan dan dipercepat dengan adanya kemajuan tekonolgi MPS tersebut. Ambil contoh misalnya kita mau membayar taksi atau membayar makanan di restaurant, dengan uang Dinar yang berupa fisik koin emas tentu sangat merepotkan. Pertama karena nilainya, untuk membayar uang taksi Rp 40,000 hanya perlu 0.03 Dinar pada harga Dinar sekarang. Membayar makan di restauran Rp 80,000 hanya 0.06 Dinar. Kerepotan kedua karena fisiknya sendiri, tentu juga merepotkan di zaman sekarang kalau kita harus mengganti dompet kita menjadi kantong uang logam seperti ratusan tahun lalu.

Dengan kaidah bahwa Islam ini adalah agama akhir zaman, maka tentu Islam akan juga sangat mudah mengikuti perkembangan zaman. Di zaman teknologi ini, tentu kita juga bisa gunakan teknologi kartu, smart card, dan bahkan teknologi Mobile Payment System (MPS) sebagai alat untuk membantu kepraktisan penggunaan uang Dinar dan Dirham.

Teknologi Mobile Payment System (MPS) pada dasarnya adalah penggunaan sarana komunikasi bergerak - salah satunya yang paling populer adalah telepon genggam - sebagai alat bantu pembayaran. Penggunaan teknologi ini akan sangar praktis karena telepon genggam sudah dimiliki oleh puluhan juta orang di Indonesia saja. Semua orang yang telah menggunakan telepon genggam, tidak lama lagi insyaallah juga akan bisa bertransaksi membeli barang atau jasa menggunakan telepon genggam yang dimilikinya tersebut.

Ketika pembayaran dilakukan menggunakan teknologi MPS, maka tidak ada perbedaan dalam hal kepraktisan penggunaan uang kertas dibandingkan penggunaan uang logam seperti Dinar dan Dirham. Bahkan dengan teknologi MPS ini akan nampak keunggulan uang Dinar dan Dirham yaitu dengan kepraktisan yang sama dengan uang kertas, Dinar dan Dirham jauh lebih aman dari sisi nilai (tidak bisa dirusak oleh spekulan), dan jauh lebih aman pula dari kejahatan kerah putih.

Keamanan yang lebih tinggi ini antara lain disebabkan karena di dalam Sistem MPS untuk uang Dinar dan Dirham diharuskan adanya uang yang secara fisik disimpan di satu pihak yang terpercaya. Pihak yang terpercaya ini secara syariah kita sebut Penjamin dan secara teknologi system MPS kita sebut Trusted Third Party (TTP). Penjamin atau TTP ini yang akan memberikan otorisasi dan autentikasi pembayaran di setiap transaksi.

Pihak pengguna telepon genggam yang telah memiliki account Dinar atau Dirham di MobileDinar misalnya, dapat membeli barang atau jasa kepada pedagang (merchant) yang juga memiliki account di MobileDinar.

Sebelum menyerahkan barang atau jasanya kepada Pelanggan pihak Pedagang atau Merchant akan minta lebih dahulu nomor account (bisa berupa nomor telepon genggam) MobileDinar Pelanggan yang bersangkutan. Atas dasar nomor account Pelanggan ini, pihak Merchant akan mengirim detil transaksi dari pelanggan tersebut ke MobileDinar. MobileDinar kemudian akan melakukan autorisasi dan autentikasi kepada Pelanggan. Pelanggan melalui telepon genggamnya akan memberikan konfirmasi dengan menggunakan nomor identifikasi personal kepada MobileDinar. Selanjutnya MobileDinar akan memberikan konfirmasi ke Merchant bahwa transaksi bisa dilaksanakan, barang atau jasa dapat diserahkan oleh pihak Merchant ke Pelanggan.

Atas transaksi ini, MobileDinar akan melakukan debit dari account Pelanggan dan memberikan kredit ke account Merchant sejumlah transaksi yang dimaksud. Keseluruhgan proses ini akan berjalan sangat cepat dalam bilangan detik atau menit tergantung dari kepadatan jaringan komunikasi yang ada. Perlu diingatkan disini bahwa ada Undang-Undang Republik Indonesia no 23 tahun 1999 yang antara lain di pasal 2. Ayat 3 mengatur bahwa "Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia." Artinya apabila teknologi ini digunakan maka aspek legal formal tersebut harus kita atasi dahulu.

Meskipun nampaknya sederhana proses penggunaan MobileDinar ini, namun perlu dipahami bahwa keseluruhan transaksi ini harus berjalan dengan keakuratan dan keamanan yang sangat tinggi. Oleh karenanya infrastruktur teknologi yang digunakan juga harus bisa sangat diandalkan. Secara ringkas proses dan infrastruktur teknologi MobileDinar dapat dilihat di illustrasi disamping.

Operator-operator Seluler di Indonesia sebenarnya saat ini sudah sangat mampu untuk menyediakan teknologi ini; tinggal masalahnya adalah dukungan dari pihak-pihak yang memiliki otoritas keuangan seperti BI - mau nggak mereka mengijinkan Dinar digunakan sebagai alat bayar dalam sistem Mobile Payment System, M - Wallet, M-Dinar, MobileDinar dan sejenisnya.

Karena dukungan BI ini unlikely bisa kita peroleh - maka biarlah nanti waktu yang menentukan uang mana yang bertahan; Rupiah kah ?, Dollar kah atau Dinar ?. Berdasarkan sejarah ribuan tahun dan Hadits Rasulullah SAW saya yakin bahwa Dinar-lah yang akan bertahan. Wallahu A'lam.
- 22 Agustus 2008

Sumber :
Muhaimin Iqbal
Direktur Gerai Dinar
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=category&id=109&layout=blog&Itemid=78&limitstart=10
17 September 2009

Sejarah Singkat Dinar-Dirham

Abu Bakr ibn Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah salallaahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apapun yang berguna selain dinar dan dirham.” (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).

Kepingan Logam Muslim Pertama

Pada awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan Dinar-Dirham yang digunakan merupakan tiruan dari bangsa Persia di masa pemerintahan Yezdigird III raja dinasti Sassan, yang dicetak di masa Khalifah ‘Usman, radiallahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh Muslimin. Seri yang diterbitkan berikutnya,

berdasarkan drachma Khusru II, yang kepingannya kemungkinan mewakili sebagian besar uang yang beredar. Bersamaan dengan kepingan Sasan yang dicetak bangsa Arab dengan jenis Khusru terbaru yang pertama kali diterbitkan dibawah kepemimpinan Khulafa’urrasyidin, dalam perkembangan selanjutnya lebih banyak lagi kepingan versi cetakan nama Khusru diganti dengan nama amir Arab setempat atau terdapat nama Khalifah. Bukti sejarah menunjukkan bahwa kebanyakan kepingan ini bertanggalkan Hijriah. Kepingan tembaga Muslim tertua tidak dibubuhi nama pencetak dan tanggal, tapi ada seri yang kemungkinan telah diterbitkan semasa kekhalifahan ‘Usman atau ‘Ali, radiallahu anhu. Kepingan ini merupakan tiruan tidak sempurna dari bentuk kepingan Romawi timur 12-nummi yang dicetak oleh Heraclius dari Alexandria.

Standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar ibn al-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah setara dengan 7 Dinar (1 mithqal). Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: “Allahu ahad, Allahu samad”. Beliau juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.

Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah, salallahu alayhi wa salam, dan terkadang, ayat-ayat Qur’an.

Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme dimana negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al Islam.

Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat penghancur dan menjadi alat untuk melenyapkan kekayaan uamt Muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan hutang ataupun surat janji pembayaran menjadi alat tukar yang sah

Apa Itu Dinar?
Berdasarkan Ketetapan yang di[utuskan oleh Sayyidina Umar Ibn Khattab, radiyallahu anhu,

Dinar emas memiliki kadar 22 karat emas (917) dengan berat 4.25 gram.

Dirham perak memiliki kadar perak murni dengan berat 3.0 gram.

Kalifah Umar ibn al-Khattab menentukan standar antar keduanya berdasarkan beratnya masing-masing: “(Berat) 7 dinar harus setara dengan 10 dirham.”

“Wahyu menyatakan mengenai dinar-dirham dan banyak sekali hukum hukum yang terkait dengannya seperti zakat, pernikahan, hudud dan lain sebagainya. Sehingga dalam Wahyu dinar dirham memiliki tingkat realita dan ukuran tertentu sebagai standar pernghitungan (untuk Zakat dan lain sebagainya) dimana sebuah keputusan dapat diukurkan kepadanya dibandingkan dengan mata uang lainnya.

Telah menjadi ijma ulama sejak awal Islam dan pada masa para Sahabat dan Tabi’in bahwa Dirham menurut syari’ah adalah 10 dirham setara dengan 7 mithqal (dinar) emas … Berat dari satu mithqal emas setara dengan 72 butir gandum, maka dirham yang tujuh-per-sepuluh darinya adalah 50 dirham dan dua-per-lima butiran gandum. Semua ukuran ini merupakan hasil ijma.”

Apa saja kegunaan Dinar Islam?

Dapat digunakan sebagai simpanan
Dapat digunakan sebagai pembayar zakat dan mas kawin sebagaimana telah disyaratkan oleh Syari’ah Islam.
Dapat digunakan untuk perniagaan sebagai alat tukar yang sah.
Penggunaan Dinar & Dirham

Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok:

Harga seekor ayam pada masa Rasulullah, salla’llahu alaihi wa sallam, adalah satu dirham; saat ini, 1,400 tahun kemudian, harga seekor ayam tetaplah satu dirham.

Selama 1,400 tahun nilai inflasinya adalah nol.

Dapatkah kita melihat hal yang sama terhadap dollar atau mata uang lainnya selama 25 tahun terakhir ini?

Terlihat bahkan untuk jangka panjang, sistem mata uang bi-metal terbukti menjadi mata uang yang paling stabil. Ia tetap bertahan, di samping usaha dari berbagai pemerintahan untuk merubahnya menjadi mata uang simbolis yang diwakilkan oleh nilai nominal yang berbeda dengan berat yang dimilikinya.

Keunggulan

Uang emas tidak akan mengalami inflasi hanya karena dicetak secara terus menerus; ia tidak akan dapat didevaluasi oleh sebuah peraturan pemerintah, dan tidak seperti mata uang nasional, uang emas merupakan sebuah aset yang tidak tergantung kepada janji siapa pun untuk membayar nilai nominalnya.

Portabilitas dan tingkat kerahasiaan dari emas adalah nilai tambah yang penting, akan tetapi lebih daripada itu sebuah fakta yang tidak terelakkan adalah emas merupakan aset nyata dan bukan merupakan hutang.

Semua jenis aset kertas, seperti surat hutang, saham, dan bahkan deposito bank merupakan pernyataan janji hutang yang akan dibayarkan. Nilainya sangat bergantung kepada kepercayaan penanam modal bahwa janji tersebut akan dipenuhi. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh surat hutang sampah dan mata uang Peso Meksiko, janji yang meragukan akan segera kehilangan nilainya. Emas tidaklah seperti ini. Sebentuk emas bebas dari semua bentuk sistem finansial, dan nilainya telah dibuktikan selama 5,000 tahun sejarah manusia.

Menunaikan Zakat

Zakat tidak dapat dibayarkan dengan menggunakan hutang maupun surat janji pembayaran.

Zakat hanya dapat dibayarkan dengan menggunakan barang yang memiliki nilai yang nyata, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai ‘Ain . Zakat tidak dapat dibayarkan dengan menggunakan janji pembayaran atau hutang, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai Dayn .

Sejak awal zakat dibayar dengan menggunakan Dinar dan Dirham. Sebuah bukti nyata bahwa pada sepanjang masa pemerintahan Ottoman hingga jatuhnya Khalifah, zakat tidak pernah diperkenankan dibayarkan dengan menggunakan uang kertas.

Shaykh Muhammad ‘Illaysh (1802-1881), seorang Qadi Maliki yang terkemuka, berkata bahwa jika anda ingin membayar zakat dengan menggunakan uang kertas, maka anda harus membayarnya sesuai dengan nilainya sebagai benda (’Ayn), yang artinya nilai dari kertas itu sendiri. Maka dari itu, nilai nominal dari kertas itu tidak diperkenankan sebagai alat pembayar zakat.

“Jika zakat menjadi wajib, apapun bendanya, akan dihitung/dinisab berdasarkan sifat dan jumlahnya, bukan berdasarkan nilainya, seperti yang terjadi pada perak, emas, biji-bijian, dan buah. Apabila sifat dari benda tersebut tidak memiliki keutamaan dalam hal zakat, maka benda tersebut akan diperlakukan sebagaimana halnya tembaga, besi atau yang sejenisnya.”

Tata cara pembayaran zakat telah dijelaskan dan diatur secara sempurna dalam tata cara hukum Islam. Selama berabad-abad, ketika Syari’ah Islam ditegakan oleh seorang Khalifah atau seorang Amir, zakat selalu dibayarkan dengan menggunakan emas dan perak. Ketika uang kertas pertama kali diperkenalkan, pada abad-abad akhir oleh kekuatan kolonialisme, para ulama tradisional menolak kehadirannya karena sifatnya yang bertentangan dengan Syari’ah Islam.

Menurut pandangan para ulama tersebut, uang kertas hanya bisa dilihat sebagai fulus yang berada dalam kategori mata uang rendah yang hanya dapat digunakan sebagai pecahan mata uang kecil. Sebagai contohnya, tidak diizinkan untuk menggunakan fulus dalam perjanjian qirad . Termasuk ke dalam golongan ulama tersebut, terdapat seorang alim terkemuka keturunan daerah maghribi, Shaykh Muhammad ‘Illyash yang merupakan Shaykh dari para Shaykh fiqih Maliki di Universitas Al Azhar Mesir. Beliau menulis dalam Fatwanya:

‘Saya ditanya mengenai penilaian saya terhadap Segel Sultan (sejenis uang kertas yang digunakan pada zaman Kekhalifahan Osmanli) yang beredar sebagai pengganti dinar dan dirham. Apakah Zakat wajib atasnya, sebagaimana yang terjadi pada emas, perak dan barang dagangan, atau tidak?’

Saya menjawab:

“Segenap puji bagi Allah dan rahmat dan kedamaian bagi Junjungan kam, Sayidduna Muhammad, Rasulullah.”

“Tidak ada zakat yang dibayarkan atasnya, sebagaimana zakat diwajibkan atas hewan ternak, beberapa jenis biji-bijian dan buah-buahan, emas, perak, nilai dari pendapatan dagang dan barang simpanan. Barang yang disebutkan di atas (Segel Sultan) tidak termasuk ke dalam kategori tersebut.”

“Engkau akan melihat amal dari penjelasan mengenai hal ini pada koin tembaga atau fulus yang dicetak dan diberi segel Sultan yang ada dalam peredaran, di mana tidak ada zakat yang dibayarkan atasnya, karena tidak termasuk ke dalam kategori yang wajib untuk dizakatkan. Sebagaimana tercantum dalam kitab Mudawwana: ‘Barangsiapa yang memiliki koin receh (fulus) senilai 200 dirham dalam satu tahun, tidak diwajibkan zakat atasnya, kecuali ia merupakan barang dagangan. Maka, si pemilik harus melihat nilai koin tersebut sebgaimana nilai barang dagangan.’”

“Dalam kitab ‘Al-Tiraz’, disebutkan Abu Hanifa dan Asy-Syafi’i menyatakan dengan tegas pembayaran zakat atas koin receh, karena keduanya mempertimbangkan pentingnya membayar zakat atas nilainya, di sebutkan juga bahwa terdapat dua perbedaan dalam pendapat Asy Syafi’i, ia menyatakan bahwa sikap mazhab yang menyatakan tidak mewajibkan zakat atas koin receh, tidak ada perbedaan pula bahwa koin receh dilihat dari nilainya, bukan dari berat dan jumlahnya. Jika zakat menjadi wajib, apapun bendanya, akan dihitung/dinisab berdasarkan sifat dan jumlahnya, bukan berdasarkan nilainya, seperti yang terjadi pada perak, emas, biji-bijian, dan buah. Apabila sifat dari benda tersebut tidak memiliki keutamaan dalam hal zakat, maka benda tersebut akan diperlakukan sebagaimana halnya tembaga, besi atau yang sejenisnya.”

“Dan Allah, segenap puji dan sembah bagiNya, Maha Bijaksana. Semoga Allah memberkahi dan memberikan kedamaian bagi junjungan kita, Nabi Muhammad beserta seluruh keluarganya.”

(Diterjemahkan dari kitab ‘Al-fath Al’Ali Al-Maliki’, hal. 164-165)

Fatwa ini menyatakan bahwa uang kertas adalah fulus karena uang kertas hanya mewakili nilai nominal uang dan tidak memiliki nilai dagang. Maka dari itu, zakat tidak dapat dibayarkan dengan menggunakan uang kertas yang tidak nilainya sebagai kertas adalah nol. Saat penggunaan Dinar dan Dirham sebagai alat pembayaran zakat ditegakan kembali, maka jutaan koin emas dan perak akan kembali hadir di kegiatan perniagaan sehari-hari.

- 6 Maret 2008

Sumber:
Ribat Jakarta, dalam :
http://formasi-fib-ui.org/blog/tarikh/sejarah-singkat-dinar-dirham.html
17 September 2009

Mengenal Mata Uang Dirham Perak

Dunia Islam tidak hanya mengenal mata uang dinar emas, tapi juga dirham perak. Dirham merupakan mata uang yang digunakan sejak awal Islam hingga berakhirnya Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924. Penggunaan dirham sama seperti dinar, tapi memiliki nilai berbeda. Dirham digunakan sebagai alat transaksi perdagangan dan juga membayar zakat dan denda (diyat).

Standarisasi berat uang dinar dan dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW, "Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah" (HR. Abu Daud).

Sementara, pada masa Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi, pencetakan dirham pertama dalam masa kekhalifahan Islam dilakukan yaitu berat tujuh dinar sama dengan berat 10 dirham. Sementara, berat satu dinar emas adalah sekitar 4,25 gram. Dengan demikian, berat satu dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2,975 gram.

Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir. Bahkan, mata uang perak telah digunakan sejak lama di Yunani. Dalam sejarah, istilah dirham sebetulnya berasal dari koin Yunani, Drachma.

Saat itu, Kekaisaran Romawi menggunakan drachma sebagai alat perdagangan dengan pedagang Arab sebelum masa Islam. Penggunaan drachma sebagai alat tukar memiliki alasan serupa dengan dinar emas. Hal itu karena drachma memiliki nilai instrinsik karena terbuat dari perak.

Di Indonesia, dirham saat ini hanya diproduksi oleh Logam Mulia, PT. Aneka Tambang TBK. Namun, pemasaran dirham sebagai alat investasi bagi masyarakat dapat dilakukan oleh berbagai lembaga. Di antaranya adalah Gerai Dinar dan Wakala Induk Nusantara.

Mengenai nilai tukar, melalui situs resminya, Wakala Induk Nusantara menetapkan nilai satu Dirham perak sebesar Rp 39.058 pada Senin siang, 21 Juli 2008. Sedangkan, Gerai Dinar menetapkan harga beli dan jual satu dirham perak pada hari sama pukul 13.00 WIB sebesar Rp 35.392 dan Rp 36.867. (fkr/rol)
- 23 Juli 2008

Sumber :
http://www.muslimdaily.net/berita/ekonomi/1303/mengenal-mata-uang-dirham-perak
17 September 2009

Dirham dan Dinar Mata Uang di Era Kejayaan Islam

Sejarah telah membuktikan bahwa emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal dunia.

Peradaban Islam di era keemasan selama berabad-abad menjelma menjadi salah satu kekuatan perekonomian dunia. Tak heran, jika pada masa itu, kekhalifahan Islam sudah memiliki mata uang sendiri bernama dirham (koin perak) dan dinar (koin emas). Dengan menggunakan kedua mata uang itu, perekonomian di dunia Islam tumbuh dengan begitu pesat.
Sejarah penggunaan perak dan emas sebagai alat pertukaran, sejatinya telah berkembang jauh sebelum Islam hadir. Para peneliti sejarah Dirham menemukan fakta bahwa perak sebagai alat tukar sudah digunakan pada zaman Nabi Yusuf AS. Hal itu diungkapkan dalam Alquran, surat Yusuf ayat 20. Dalam surat itu tercantum kata darahima ma’dudatin (beberapa keping perak).

”Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah yakni beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya kepada Yusuf,” (Alquran, surat 12:20). Tiga peneliti jejak dirham yakni MSM Syaifullah, Abdullah David, dan Muhammad Ghoniem dalam tulisannya berjudul Dirham in the Time of Joseph? menuturkan pada masa itu peradaban Mesir Kuno telah menggunakan perak sebagai alat tukar.

Sejarah mencatat, masyarakat Muslim sendiri mengadopsi penggunaan dirham dan dinar dari peradaban Persia yang saat itu dipimpin oleh Raja Sasan bernama Yezdigird III. Bangsa Persia menyebut mata uang koin perak itu dengan sebutan drachm. Umat Islam mulai memiliki dirham dan dinar sebagai alat transaksi dimulai pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab RA.

Meski begitu, Rasululah SAW sudah memprediksikan bahwa manusia akan terlena dan tergila-gila dengan uang. Dalam salah satu hadits, Abu Bakar ibnu Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apapun yang berguna selain dinar dan dirham.” (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).

Pertama kali umat Islam menggunakan dirham pada tahun 642 M atau satu dasawarsa setelah Rasulullah SAW wafat. Khaifah Umar bin Khattab memutuskan untuk menggantikan drachma dengan dirham. Sedangkan koin dirham pertama kali dicetak umat Islam dicetak pada tahun 651 M pada era kepemimpinan Utsman bin Affan. Dirham pertama itu mencantumkan tulisan bismalah.

Laiknya drachm, dirham berbentuk ceper serta tipis. Diameternya mencapai 29 mm dan beratnya antara 2,9 - 3,0 gram. Dari sisi berat, dirham lebih ringan dari drachm yang mencapai 4 gram. Sejak itulah, tulisan ‘bismilah’ menjadi salah satu ciri khas koin yang dicetak oleh peradaban Islam.

Selain itu, koin dirham-dinar yang dicetak umat Islam pada masa keemasan mencantumkan nama penguasa atau amir atau khalifah. Fakta sejarah menunjukan bahwa kebenyakan kepingan dirham dan dinar yang dicetak pada masa Khulafa Arrasyidin mencantumkan tahun Hijriyah sebagai penanda waktu koin dirham atau dinar itu dicetak.

Pemerintahan Muslim di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab pun telah menetapkan standar koin dirham dan dinar. Berdasarkan standar yang telah ditetapkan, berat 7 dinar setara dengan 10 dirham. Khalifah Umar bin Khattab pun telah menetapkan standar dinar emas yakni memakai emas dengan kadar 22 karat dengan berat 4,25 gram.

Sedangkan dirham perak haruslah menggunakan perak murni dengan berat 3,0 gram. Keputusan itu telah menjadi ijma ulama pada awal Islam dan pada masa para sahabat dan tabi’in. Sehingga menurut syari’ah, 10 dirham setara dengan 7 dinar emas. Hasil ijma itu menjadi pegangan, sehingga nilai perbandingan dinar dan dirham bisa tetap sesuai.

Namun, pada tahun 64 H/684 M, untuk pertama kalinya nilai dirham berkurang. Hal itu terjadi akibat keputusan ‘Ubaid Alih ibn Ziyad untuk mencampurkan logam lain pada dirham. Sepuluh tahun kemudian, di era kepemimpinan Khalifah Abdalmalik, mulai dicetak koin emas berbobot 4,4 gram dengan mencantumkan tulisan ‘Dinar’.

Tiga tahun kemudian, kekahlifahan Islam di bawah kepemimpinan Abdalmalik kembali mencetak cetak lagi dinar yang bobotnya berubah menjadi 4,25 gram — mengikuti standar yang ditetakan Khalifah ‘Umar bin Khattab RA. Pada tahun 75 H/695 M, Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak dirham dan menggunakan standar yang ditetapkan di era Umar bin Khattab.

Koin perak bertulisan ‘dirham’ itu berbobot 2.975 gram dan berdiameter 25 - 28 mm. Setiap koin yang dicetak pada saat itu bertuliskan kalimat tauhid yakni: ”Allahu ahad, Allahu samad”. Sejak saat itu, dilakukan penghentian penggunaan gambar wujud manusia dan binatang dari mata uang peradaban Islam itu. Sebagai gantinya digunakan huruf-huruf.

Dinar dan dirham lazimnya berbentuk bundar. Selain itu, tulisan yang tercetak pada dua sisi koin emas dan perak itu memiliki tata letak yang melingkar. Pada satu sisi mata koin tercantum kalimat ‘tahlil’ dan ‘tahmid’, yaitu:”La ilaha ill’Allah’ dan ‘Alhamdulillah’. Sedangkan di sisi mata koin sebelahnya tertera nama penguasa (amir) dan tanggal pencetakkan. Selain itu, terdapat suatu kelaziman untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah SAW dan ayat-ayat Alquran dalam koin dirham dan dinar itu.

Mata uang dinar dan dirham pun menjadi mata uang resmi dinmasti maupun kerajaan Islam yang tersebar di berbagai penjuru. Penggunaan dinar dan dirham perlahan mulai menghilang setelah jatuhnya masa kejayaan kekhalifahan Islam. Ketika dunia dilanda era kolonialisme Barat, mulailah diterapkan penggunaan uang kertas.

Sejarah telah membuktikan bahwa emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok. Nilai inflasi mata uang ini selama 14 abad lamanya adalah nol. Adakah mata uang yang stabil seperti itu saat ini?

Uang Koin di Era Kekhalifahan

* Koin Kekhalifahan Umayyah (661 M - 750 M)
Di awal kekuasaannya, Dinasti Umayyah menggunakan koin perak Sassanin di wilayah Irak dan Iran. Sedangkan, di Suriah dan Mesir kehalifahan Umayyah menggunakan koin emas dan tembaga. Sebagai bagian dari upaya untuk menyatukan wilayah-wilayah yang dikuasainya, Khalifah Abdalmalik bin Marwan (685 M - 705 M) mulai mencetak koin emas pada tahun 961 M.
Di pinggiran koin emas itu tertulis kalimat bismilah dan syahadat. Dua tahun berikutnya, Dinasti Umayyah mencetak koin perak atau dinar. Dalam koin itu tercantum kalimat bismilah. Koin emas pada zaman itu dicetak secara khusus di Damaskus - ibu kota Dinasti Umayyah. Sedangkan, koin perak dan tembaga dicetak di kota-kota yang dikuasai Umayyah. Pada era khalifah selanjutnya, Dinasti Umayyah mencetak dinar yang bernilai setengah dan sepertiga dinar. Ukuran dan beratnya jauh lebih kecil dan ringan dengan uag koin bernilai satu dinar. Setelah menguasai Afrika Utara dan Spanyol - penguasa Umayyah mulai membangun percetakan uang koin di provinsi itu. Khalifah pun bertanggung jawab untuk memastikan kemurnian dan berat koin yang dicetak.

* Koin Kekhalifahan Abbasiyah (750 M - 1258 M)
Ketika kekuasaan kekhalifahan Umayyah jatuh, percetakan koin di Damaskus pun ditutup. Di era awal kekuasaannya, Dinasti Abbasiyah mulai mencetak koin di Kufah - ibu kota pertama Abbasiyah. Khalifah Al-Mansur pun mulai membangun Baghdad dan mendirikan percetakan dirham di kota itu. Koin emas mulai dicetak pada era kekuasaan Khalifah Harun Ar-Rasyid yag naik tahta pada tahun 786 M. Harun mencetak koin emas atas nama gubernur Mesir. Pada masa itu, Abbasiyah memiliki dua tempat percetakan uang, yakni di Baghdad serta di Fustat - Kairo Tua. Percetakan koin di Mesir terbilang produktif. Setiap cetakan koin dari provinsi itu selalu mengatasnamakan gubernur yang didedikasikan bagi khalifah. Khalifah Al-Ma’mun (813 M) yang menggantikan Harun Ar-Rasyid mulai mencetak beragam jenis koin. Dengan cita rasa artistik yang tinggi, Al-Ma’mun memperbaiki tampilan koin. Sehingga koin yang dicetak tampak lebih indah. Apalagi, tulisan yang tertera pada koin menggunakan tulisan indah khas Kufah atau Kufi.

*Koin Andalusia (711 M - 1494 M)
Berbeda dengan wilayah Arab lainnya yang ditaklukkan Islam yang menggunakan koin penguasa sebelumnya, penguasa Islam mencetak khusus koin emas yang baru ketika menguasai Spanyol pada 711 M. Tulisan yang tercantum dalam koin itu adalah huruf latin. Dinar khas Andalusia itu dicetak secara langsung di kota itu. Pada tahun 720 M, koin Arab asli pertama kali masuk ke wilayah itu. Gaya dan tulisan yang tercantum dalam koin itu menandakan bahwa dinar itu berasal dari Arab Afrika Utara yang dicetak setahun sebelumnya.
Muslim di Andalusia juga mulai memakai koin yang bernilai setengah dinar yang dicetak di damaskus pada 719 M. Koin emas terakhir yang dicetak di Andalusia dicetak pada era Nasrid Granada (1238 M - 1492 M).

* Koin Kekhalifahan Fatimiah (909 M - 1171 M)
Tiga khalifah pertama dari Kekhalifahan Fatimiyah yang berkuasa dari tiga ibu kota berbeda yakni, Quayrawan, Al-Mahdiya, dan Sabra-Mansuriyah mencetak koin emas dan perak sesuai dengan kebiasaan ortodok Sunni. Pada tahap awal, dinar yang dicetak Al-Mahdi mengikuti model dan ukuran serta desain yang digunakan Dinasti Aghlabid. Pada tahun 912 M, dinasti itu mulai mencetak dinar yang ringan dan berukuran lebih besar dengan menggunakan tulisan indah Kufi.

Pada tahun 922 M, percetakan uang dipindahkan ke Al-Mahdiyah dan lalu ke Al-Mansuriyah. Khalifah Al-Qa’im pada tahun 934 M mulai mengganti desain dan mulai mengadopsi tulisan indah Kufi. Koin yang bernilai seperempat dinar juga dicetak dinasti itu dari wilayah kekuasaannya di Sicilia. Ciri khas koin Fatimiyah yang beraliran Syiah adalah pernyataan yang mengungkapkan pertaliannya dengan Ali bin Abi Thalib.

Sumber:
Heri Ruslan – Republika
sumber:http://www.gaulislam.com/dirham-dan-dinar-mata-uang-di-era-kejayaan-islam, dalam :
http://kaunee.com/index.php?option=com_content&view=article&id=737:dirham-dan-dinar-mata-uang-di-era-kejayaan-islam&catid=43:Sejarah%20Islam&Itemid=123
17 September 2009

Menyambut Dinar-Dirham

Sesungguhnya, ide untuk menjadikan dinar emas sebagai mata uang bersama negara Islam yang digunakan sebagai alternatif alat pembayaran dalam transaksi perdagangan, telah diajukan dalam persidangan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur, Malaysia, 10 Oktober 2003 lalu. Ide tersebut dilontarkan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Dr Mahathir Mohamad. Usulan tersebut kembali menggema pada Konferensi ke-12 mata uang ASEAN di Jakarta pada 19 September 2005. Kali ini penggagasnya adalah Menteri Negara BUMN, Sugiharto. Beliau menilai bahwa dengan kondisi keuangan yang diliputi oleh ancaman inflasi setiap saat dan serangan spekulan yang unpredicted, maka penggunaan dinar-dirham perlu menjadi pertimbangan kita semua (Republika, 21 September 2005).


Sejarah emas

Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu digunakan oleh paleiothic man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut kemudian dikenal sebagai barbarous relic (JM Keynes).

Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan. Pada masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO), dan berlaku hingga sekarang.

Saat ini, fakta menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan aktivitas perdagangan internasional, yang terjadi akibat tidak berimbangnya penguasaan mata uang dunia, dan ditandai semakin merajalelanya dolar AS. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan kemunculan Euro sebagai mata uang bersama negara-negara Eropa. Fakta pun menunjukkan bahwa negara-negara Islam memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap kedua mata uang tersebut, terutama dolar AS. Bahkan, dalam transaksi perdagangan international saat ini, dolar AS menguasai hampir 70 persen sebagai alat transaksi dunia (AZM Zahid, 2003).

Dengan didirikannya World Trade Organization (WTO) pada 1 January 1995 sebagai implementasi dari pelaksanaan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan putaran Uruguay, maka liberalisasi perdagangan menjadi konsekuensi yang tidak dapat dielakkan. Tentu saja, semua negara harus siap terlibat dalam skenario global ini, termasuk negara berkembang yang notabene mayoritas Muslim. Pertanyaan besar yang kemudian harus dijawab adalah seberapa besar dampak dan keuntungan yang akan diraih negara-negara Islam dalam pasar internasional.

Penulis berpendapat bahwa ide pemunculan emas sebagi alat transaksi dalam perdagangan internasional ini sesungguhnya merupakan jawaban untuk mengurangi ketergantungan negara-negara Islam terhadap dominasi dua mata uang dunia tersebut (dolar AS dan Euro). Selain itu, ide ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk meminimalisasi praktik-praktik spekulasi, ketidakpastian, hutang, dan riba. Terutama yang selama ini terjadi pada aktivitas di pasar uang, di mana hal tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan uang kertas (fiat money), sehingga menjadi dilema tersendiri bagi negara-negara Islam. Penulis percaya, komitmen untuk menggunakan mata uang bersama dengan memulainya dari transaksi perdagangan, akan banyak memberikan manfaat signifikan.


Mekanisme

Penggunaan emas sebagai alat transaksi perdagangan internasional dapat dilakukan melalui perjanjian pembayaran bilateral (bilateral payment arrangement) maupun perjanjian pembayaran multilateral (multilateral payment arrangement). Perjanjian pembayaran produk yang diperdagangkan akan melalui tahapan dan mekanisme yang melibatkan bank umum, bank sentral, dan custodian emas (penyimpan emas).
Ada empat tahapan yang dilalui dalam mekanisme transaksi perdagangan tersebut.

Pertama, adanya perjanjian dagang antara importir dan eksportir yang berada di dua negara yang berbeda, dengan kejelasan kondisi barang dan jumlah barang yang akan ditransaksikan. Tentu saja, sesuai dengan syariat Islam, akad yang terjadi harus bebas dari unsur-unsur gharar, maysir, dan riba.

Kedua, setelah melakukan perjanjian dagang, kemudian pihak importir akan mengeluarkan letter of credit (LC) untuk melakukan pembayaran melalui bank yang sudah ditunjuknya. Selanjutnya, pihak eksportir akan menerima letter of credit (LC) dari bank tersebut.

Ketiga, pihak bank yang ditunjuk oleh importir akan segera melakukan pembayaran kepada bank sentral dengan menggunakan mata uang lokal yang kemudian akan mengakumulasikan transaksi kedua negara dengan standar emas hingga masa kliring.

Keempat, setelah masa kliring selesai, bank sentral negara importir akan mentransfer emas senilai dengan transaksi perdagangan kedua negara kepada pihak custodian emas yang telah ditunjuk, untuk selanjutya diserahkan kepada bank sentral negara eksportir. Bank sentral negara eksportir ini selanjutnya akan melakukan pembayaran dalam mata uang lokal kepada bank yang telah ditunjuk oleh eksportir. Kemudian bank tersebut akan menyerahkannya kepada pihak eksportir.

Mekanisme di atas jelas memiliki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan mata uang asing lainnya. Kedua negara tidak akan mengalami fluktuasi nilai mata uang, yang seringkali menjadi hambatan dalam transaksi perdagangan. Bahkan, telah banyak fakta yang menunjukkan bahwa fluktuasi mata uang dapat mengakibatkan kehancuran perekonomian sebuah negara. Dengan mekanisme tersebut pula, stabilitas perekonomian akan lebih mudah dicapai, mengingat nilai emas yang relatif lebih stabil. Sehingga diharapkan, volume perdagangan antarnegara Islam dapat berkembang. Di sinilah dituntut peran OKI dan Islamic Development Bank (IDB) untuk dapat merumuskan konsep yang lebih matang terhadap gagasan ini. Keuntungan secara politis akan dirasakan oleh negara-negara Islam, karena nilai tawar yang dimilikinya terhadap Barat dan kekuatan lainnya menjadi semakin tinggi. Meskipun demikian, harus diakui bahwa mekanisme tersebut juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan pertama, ketersedian emas yang tidak merata di antara negara-negara Islam, sehingga dapat menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan.

Kelemahan kedua, masih tingginya ketergantungan dunia Islam terhadap produk yang dihasilkan oleh negara-negara non-Muslim (baca: Barat), terutama terhadap produk-produk industri dengan teknologi tinggi. Kelemahan ketiga, nilai transaksi perdagangan yang masih sangat kecil sesama anggota OKI, yang menyebabkan signifikansi emas menjadi tidak terlalu substantif. Untuk itu, komitmen dan kesungguhan para pemimpin dunia Islam beserta pemerintahannya sangat dibutuhkan. Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, sudah sepantasnya jika Indonesia diharapkan dapat memainkan peran yang lebih aktif, konstruktif, dan produktif. Indonesia memiliki peluang untuk mendorong terealisasinya blok perdagangan OKI, meskipun tantangan dan hambatannya tidak sedikit, terutama dari negara-negara Barat melalui kaki tangan mereka (IMF dan Bank Dunia).

Jika saja blok perdagangan ini dapat terwujud, maka bisa dibayangkan bahwa dunia Islam akan menjadi salah satu center of power yang strategis dan diperhitungkan, sehingga kondisi unipolar akan kembali berganti menjadi multipolar. Namun demikian, hal tersebut kembali berpulang pada Presiden SBY beserta tim ekonominya, maukah mereka menjadi inisiator proses tersebut? Wallahu a'lam.

Sumber :
Irfan Syauqi Beik
Dosen FEM IPB dan Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Syariah IIU Malaysia
Handi Risza Idris
Dosen STIE SEBI
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1072&Itemid=5
17 September 2009

Bagaimana Mengubah Mata Uang ke Dinar-Dirham?

Bagaimana langkah praktis mengubah mata uang yang ada di negeri-negeri Muslim menjadi mata uang dinar atau dirham?


Jawab:

Sebelum menjawab secara praktis pertanyaan tersebut, alangkah baiknya kita mengenal lebih dulu apa yang disebut dengan dinar dan dirham syar‘î dan konsep umum tentang mata uang yang beredar di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.

Pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (dari Bani Umayah) telah dicetak dan diterbitkan mata uang dinar dan dirham syar‘î. Keduanya berlaku sebagai mata uang dan alat tukar dalam seluruh transaksi barang maupun jasa. Baik dinar maupun dirham di-peg-kan pada standar tertentu berupa timbangan berat (wazan) tertentu yang bersifat fixed. 1 dinar syar‘î setara dengan 4,25 gram emas, sedangkan 1 dirham syar‘î setara dengan 2,975 gram perak. Saat itu mata uang yang beredar dalam bentuk logam emas (dinar) maupun perak (dirham).

Tentu saja untuk transaksi-transaksi yang bernilai besar, mata uang yang berbentuk logam emas atau perak sangat tidak praktis untuk dipindah-pindahkan dan dibawa-bawa. Karena itu, boleh saja Negara Khilafah menggantinya dengan uang kertas, uang plastik, atau bahan-bahan lainnya yang bersifat praktis. Syaratnya, uang kertas atau uang plastik tersebut tergolong paper money (yaitu nilai nominalnya dijamin oleh negara setara dengan nilai nominal emas atau perak yang ada di dalam cadangan kas negara).

Apabila Negara Khilafah berdiri kembali (insya Allah dalam waktu dekat), langkah-langkah praktis untuk menggantikan mata uang yang ada di tengah-tengah kaum Muslim saat ini menjadi dinar dan dirham syar‘î harus memperhatikan beberapa hal. Di antaranya adalah jumlah uang yang beredar saat itu, harga emas atau perak di dalam maupun di pasar luar negeri, serta ketersediaan dan ketercukupan cadangan bank sentral (yang umumnya berbentuk dolar AS atau mata uang asing kuat lainnya) untuk mem-back-up penggantian mata uang menjadi dinar dan dirham.

Pada prinsipnya, cadangan (baik emas atau perak ataupun mata uang asing) yang dimiliki Negara Khilafah saat berdirinya harus mampu mem-back-up penggantian mata uang yang ada di masyarakat. Jika ketersediaan cadangan ini tidak mencukupi, secara praktis penggantian mata uang ini tidak akan berjalan.

Komponen jumlah uang yang beredar di masyarakat pada umumnya dipresentasikan sebagai agregat moneter yang dikenal dengan M1, M2, dan seterusnya. M1 disebut juga dengan uang transaksi, yaitu uang yang benar-benar digunakan dalam bertransaksi, meliputi uang koin/logam (termasuk uang koin yang tidak dipegang bank sentral), uang kertas, dan rekening giro (checking account). Jumlah koin dan uang kertas dinamakan dengan uang kartal (currency), yang biasanya mencakup seperempat atau seperlima dari total M1. Rekening giro ini disebut dengan uang giral (bank money), yaitu dana yang disimpan di bank atau lembaga keuangan.

Dengan jenis rekening ini, kita dapat membayar suatu transaksi dengan cara menulis atau menandatangani cek. Semua itu adalah bagian dari M1. Agregat lain yang sering memperoleh perhatian adalah M2, yakni yang disebut dengan uang dalam pengertian luas (broad money). Contohnya adalah simpanan uang yang ada di bank, rekening giro, dan rekening dana yang ada di pasar uang dan dipegang oleh para pialang, deposito di pasar uang yang dikelola oleh bank-bank komersial, dan lain-lain. M2 tidak termasuk uang transaksi, karena tidak dapat digunakan sebagai alat tukar untuk seluruh pembelian. Meskipun demikian, M2 disebut juga dengan near money, karena dapat ditukarkan menjadi uang kontan dalam waktu pendek tanpa kehilangan nilainya. Pada umumnya, M1 dan M2 inilah yang dijadikan acuan utama untuk mengetahui dan mengontrol arus uang yang beredar di masyarakat.

Masalahnya sekarang, apakah Negara Khilafah akan mengganti M1 saja atau akan mengganti M1 dan M2 sekaligus (meski inilah pilihan yang paling tepat dan aman). Kemudian, apakah cadangan devisa yang dimilikinya saat ini mencukupi untuk menjamin total nominal M1 dan M2. Apakah emas atau perak yang dimiliki negara (dalam cadangan devisa atau yang akan dibelinya di pasar emas internasional) tersedia? Jika jawabannya ya, Negara Khilafah saat itu juga dapat menggantikan mata uang yang ada menjadi dinar dan dirham yang syar‘î. Ini tentu dengan beberapa asumsi, misalnya tidak ada utang yang harus dibayar saat itu, atau tidak ada pelarian emas dan perak ke luar negeri.

Sebagai contoh, jika di negeri ini berdiri Negara Khilafah dan diketahui jumlah uang yang beredar (misalnya) M1 = Rp 200,- triliun dan M2 (misalnya 5 kalinya) = Rp 1.000,- triliun, sedangkan harga emas di dalam negeri 1 gramnya = Rp 90.000,- maka Negara Khilafah paling tidak harus memiliki cadangan devisa sejumlah Rp 1.200,- triliun; setara dengan USD 133,33 miliar (jika 1 USD = Rp. 9.000); setara dengan 13,33 miliar gram emas = 3,136 miliar dinar (jika di pasar dalam negeri 1 gram emas = Rp 90.000,-). Perhitungannya akan berbeda sedikit jika ketersediaan emas yang ada di dalam negeri tidak mencukupi sehingga mengharuskan Negara Khilafah membelinya ke pasar internasional (dengan harga USD, yang saat ini berada pada kisaran USD 300-an per troy-ounce-nya, dengan 1 troy-ounce = 31,103 gram emas). Akan tetapi, selama negara memiliki cadangan devisa yang mencukupi dan tidak ada boikot dan rintangan lain di pasar internasional, hal itu secara praktis mudah dilakukan. Perhitungan ini juga didasarkan pada standar dan keadaan harga emas saat ini serta pertukaran nilai mata uang yang ada dengan USD saat ini. Jika Negara Khilafah menghendaki mata uangnya sangat kuat terhadap mata uang asing lainnya, tentu konversi mata uang IDR dengan USD harus direvisi; bisa 1 USD = Rp 1000,- atau 1 USD = Rp 100,-. Semuanya memiliki konsekuensi pada nilai ketersediaan dan ketercukupan cadangan devisa. Sebab, jika konversi yang digunakan misalnya 1 USD = Rp100,- maka untuk menggantikan M1 dan M2 diperlukan paling tidak cadangan devisa sebesar USD 12 triliun.

Apabila semuanya tercukupi dan tersedia, Negara Khilafah tinggal mencetak dinar atau dirham syar‘î, kemudian terhadap masyarakat diberikan tenggat waktu untuk menukar mata uangnya menjadi dinar dan dirham. Proses ini mirip dengan apa yang terjadi di Uni Eropa tatkala negara-negara anggotanya secara hampir bersamaan mengubah mata uangnya dengan mata uang euro. Perbedaannya, dalam Negara Khilafah, nilai nominal uang yang beredar (baik pada M1 maupun M2) dijamin dan di-back-up oleh emas atau perak yang nilainya setara dengan jumlah uang yang beredar dan disimpan di dalam kas negara sebagai cadangan (guaranteed); sedangkan euro, sama dengan dolar AS, berbentuk fiat money, yaitu onggokan kertas yang oleh pemerintah dianggap sebagai legal tender dan masyarakat diharuskan menerimanya sebagai alat pembayaran/transaksi yang memiliki nilai tertentu. Artinya, negara-negara yang ada saat ini (termasuk Indonesia) yang menganut fiat money bisa mencetak sebanyak berapapun mata uang kertasnya dan dengan nilai nominal berapapun tanpa di-back-up oleh jaminan emas atau perak. Tentu saja, pada satu titik dan keadaan tertentu, legal tender ini akan runtuh dan tumpukan rupiah atau dolar sekalipun akan sama nilainya dengan setumpuk sampah kertas biasa.

Dengan demikian, upaya Negara Khilafah untuk memiliki ketersediaan dan ketercukupan cadangan devisa harus dimulai sejak sekarang (meski Negara Khilafah itu belum lagi terwujud), yaitu dengan mencegah pelarian emas atau perak ke luar negeri. Langkah-langkah praktis yang mampu menjaga dan menambah ketersediaan emas atau perak antara lain:

Negeri-negeri Muslim saat ini harus mengurangi atau bahkan menghentikan impor barang-barang luar negeri. Sebab, hal ini hanya berakibat pada pelarian modal keluar negeri (dalam bentuk emas/perak dan mata uang asing).

Meningkatkan ekspor ke luar negeri, dengan pembayaran berupa emas/perak atau mata uang asing yang digunakan untuk pembayaran impor (jika negara masih melakukan impor terhadap komoditi tertentu yang sangat diperlukan).

Menghentikan dan mengambilalih perusahaan-perusahaan pertambangan (termasuk pertambangan emas dan perak) yang dikonsesikan kepada pihak asing. Dengan begitu, negaralah yang akan memproduksi, mengontrol, dan menjadikannya sebagai cadangan devisa untuk mem-back-up penerbitan dinar dan dirham yang syar‘î.

Negara memaksakan setiap transaksi perdagangan dengan luar negeri untuk menggunakan standar dinar dan dirham (atau mata uang yang berbasis pada logam emas dan perak). Dalam hal ini, negara Khilafah dapat memperoleh keuntungan kapital berupa emas dan perak dari pembayaran komoditi strategis yang dibutuhkan oleh dunia internasional, seperti minyak.

Berdasarkan penjelasan ini, tidak mungkin suatu negara menerapkan dan mengubah mata uangnya menjadi dinar dan dirham yang syar‘î, kecuali negara tersebut mampu melawan hegemoni politik, ekonomi, dan militer negara-negara adidaya saat ini, terutama AS. Sebab, AS tidak akan tinggal diam terhadap keberadaan negara lain yang akan menghancurkan sistem ekonomi kapitalis yang dibangun untuk melayani kepentingan-kepentingannya di seluruh dunia. AS menghendaki seluruh negara yang ada di dunia merujuk pada USD, karena hal ini dapat dijadikan senjata dan alat imperialisme baru AS untuk menghancurkan atau mengekploitasi kekayaan negara-negara lain di dunia. Itu berarti, keinginan untuk mengubah mata uang negeri-negeri Islam yang ada saat ini menjadi dinar dan dirham syar‘î yang berbasiskan logam emas dan perak (yang nilai nominal dan intrinsiknya sama) harus dibarengi dengan keinginan kuat umat Islam untuk memiliki Negara Khilafah yang besar, kuat, dan menjadi negara adidaya di dunia. Sistem moneter yang syar‘î (termasuk mata uang dinar dan dirham syar‘î) tidak akan berhasil diwujudkan pada suatu negara yang terkungkung oleh dominasi ekonomi kapitalis dan sangat tergantung pada kekuatan ekonomi global (terutama ekonomi negara-negara kafir Barat). Untuk itu, umat Islam maupun para penguasa kaum

Muslim saat ini harus mulai mempersiapkan ketersediaan dan ketercukupan cadangan devisa (dalam bentuk emas dan perak) agar dengan berdirinya Negara Khilafah (dalam waktu dekat, insya Allah) kaum Muslim dapat menerapkan secara total seluruh hukum-hukum Islam, termasuk hukum-hukum tentang moneter dan mata uang.

Tanpa konsep dan tahapan-tahapan yang jelas, cita-cita besar dan gamblang, serta kerja keras dan perjuangan yang tak mengenal lelah, yang disertai dengan kesiapan kaum Muslim untuk berkorban maka keinginan itu tidak mungkin terwujudkan. Masalahnya bagi kita sekarang adalah tinggal memilih salah satu di antara dua jalan, apakah kita hanya sekadar ingin bermimpi di bawah telapak kaki kapitalisme yang penuh dengan kotoran dan najis atau berjuang, berkorban, dan bekerja keras untuk mewujudkan hukum-hukum Allah Swt. melalui tegaknya negara Khilafah ar-Râsyidah yang mengikuti manhaj Nabi saw.? []

Sumber :
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/07/bagaimana-mengubah-mata-uang-ke-dinar-dirham/
17 September 2009