Rabu, 16 September 2009

Uang Dinar dan Dirham


Pendahuluan

Apa itu uang dan bagaimana seharusnya kita memperlakukan uang? Pertanyaan inilah yang akan mencuat terlebih dahulu saat kita berbicara tentang uang. Image uang dalam hidup bermasyarakat sering diposisikan sebagai simbol ukuran kebahagiaan, kesuksesan dan kekuasaan. Fenomena inilah yang membuat orang memburu uang, sebab dengan uang urusan menjadi lancar, dapat memperoleh kebahagiaan, dapat memuaskan apa yang diinginkan, dan menjadikan orang berkuasa untuk memerintah dan merendahkan orang lain. Implikasinya, sikut menyikut dan menghalalkan berbagai macam cara menjadi modus yang populer. Uang adalah “ayam betina yang tidak bertelur, karena itu bunga bank diharamkan”, begitu kata Aristoteles. Demikian halnya dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru istilah riba atau bunga pinjaman juga dilarang. Dalam Al Qur’an secara tegas Allah melarang riba dan menghalalkan perdagangan.(QS. Al-Baqarah (2): 275)

Perdagangan merupakan wahana yang sangat dibutuhkan oleh setiap insan dalam mengarungi bahtera hidup di dunia. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa berinteraksi dengan lainnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup itulah kemudian –yang dipengaruhi oleh perbedaan faktor geografis, iklim, musim dan keperluan lainnya-- dapat terjadi pertukaran komoditas di antara sesama manusia dengan cara barter yaitu suatu pertukaran barang yang tidak dibutuhkan dengan barang yang dibutuhkan secara langsung. Dengan kata lain barter yaitu suatu barang ditukar dengan baransg lainnya sesuai kesepekatan bersama.

Cara pertukaran barter memang mengandung banyak kesulitan dan kelemahan, untuk mempermudah dan mendapatkan barang yang diinginkan, manusia berupaya melakukan terobosan dan menggunakan barang perantara yang bersifat umum dan dapat digunakan untuk bertransaksi, yang pada saat ini dikenal dengan uang. Uang dalam lintasan sejarah, dapat dicermati melalui dua mata uang yang terkenal di dunia; dinar (emas berasal dari Romawi) dan dirham (perak berasal dari Persia). Hal ini terus berlangsung pada masa sebelum Islam dan berjayanya Islam yang memposisikan mata uang tersebut sebagai mata uang negara. Ujung tombak muara dinar dan dirhamlah kemudian muncullah istilah uang yang berkembang pesat dan bervariatif sampai sekarang ini.


Sejarah Uang: barter, dinar, dan dirham

Kemunculan uang saat pertama kali di dunia belum ada konsensus dari para ekonom untuk memperkirakan bagaimana uang tersebut dipergunakan. Pada masyarakat primitif istilah uang memang belum ditemukan, namun sebagai embrio akan kebutuhan yang mendesak manusiapun lambat laun menerapkan sistem barter yang perkembangannya nanti mencuat istilah uang sebagai ganti dari sistem barter. Perkembangan uang ini selanjutnya menjadi alat tukar sampai kini. Hal ini terjadi sebab pertukaran secara barter mengalami banyak kendala dibandingkan dengan uang. Kegiatan ini dapat dicermati bahwa pertukaran secara barter dapat berlangsung apabila penilaian terhadap barang yang akan dipertukarkan oleh masing-masing pemiliknya sudah sesuai baik jenis barang maupun nilai yang diinginkan. Jika salah seorang tidak menghendaki dan tidak membutuhkan terhadap barang yang akan ditukar, maka proses barter tidak dapat terjadi.

Sebelum pemikiran penggunaan uang yang dipakai secara umum oleh masyarakat, orang telah banyak mempergunakan benda jenis logam[i] sebagai alat tukar. Lagi-lagi sebab berat dan merasa kesulitan untuk membawa alat tukar yang terbuat dari logam, orang mulai memikirkan pembuatan alat tukar dari logam yang lebih praktis. Inilah cikal bakal adanya uang logam. Demikian halnya dengan cikal bakal uang kertas, pada zaman dahulu para pedagang yang menyimpan emas (dinar) di bank menerima surat tanda penitipan emas dari bank. Lambat laun surat bukti penitipan emas tersebut digunakan sebagai alat pembayaran.

Dalam lintas sejarah Islam, perdagangan merupakan dasar perekonomian di jazirah Arab sebelum Islam datang. Adapun mata uang yang dipergunakan pada waktu itu adalah dinar dari Roma dan dirham dari persia.[ii] Hal ini dapat dimaklumi karena bangsa romawi dan persia merupakan mitra dagang bangsa Arab. Di samping, letak geografis daerah Arab terutama Hijaz.[iii] Sehingga memberi keuntungan tersendiri bagi daerah tersebut untuk dilalui oleh rute perdagangan antara Persia dan Roma, Roma ke India serta daerah jajahannya seperti Syam (Syiria), Etiopia dan Yaman.[iv] Adapun nilai satu dinar pada waktu itu sama dengan sepuluh dirham[v]. Setelah Islam datang, mata uang dinar dan dirhampun masih digunakan sebagai alat transaksi pada zaman Nabi. Bahkan pada zaman ini telah ditetapkan bahwa mata uang dinar dan dirham merupakan sebagai alat pembayaran yang sah.

Menurut Dr. Kâdim as-Sadr dalam tulisannya “Money and Monetary Policise in Early Islamic Period” --yang kemudian dikumpulkan oleh Baqir dan Hasan dalam buku Essay-- menjelaskan koin dinar dan dirham ternyata memiliki kandungan emas dan perak yang tetap (fix) sehingga stabilitas nilai tukarnya stabil. Hal ini terjadi bukan hanya pada masa Rasul melainkan jauh sampai pada masa Dinasti Umayyah. Akan tetapi pada masa Umayyah juga dan Abbasiyah berat dinar dan dirham berubah demikian pula di persia.[vi]

Pada masa berikutnya kandungan dinar (emas) dan dirham (perak) mengalami perubahan di wilayah-wilayah kekuasaan Islam lainnya. Sehingga bisa disimpulkan dinar dan dirham meski pada awalnya dari Romawi dan Persia, Islamlah kemudian yang menorehkan pemberlakuan kedua mata uang tersebut dalam kurun waktu yang sangat lama berabad-abad hingga Dinasti Utsmani.

Untuk melihat peninggalan sejarah mata uang Islam dapat dilihat ada empat koleksi peninggalan mata uang salah satu diantaranya adalah mata uang yang dicetak pada masa Kalifah Ali Ra., sedangkan tiga lainnya adalah mata uang perak yang dicetak di Damaskus dan Mervi sekitar tahun 60-70 H.[vii] Sebenarnya, di zaman khalifah Umar dan Utsman Ra. mata uang juga telah dicetak mengikuti gaya dirham Persia dengan perubahan pada tulisan yang tercantum pada mata uang tersebut meskipun, diawal pemerintahan Umar Ra. pernah timbul pemikiran untuk mencetak uang dari kulit. Ide tersebut dibatalkan karena tidak disetujui para sahabat yang lain.

Mata uang khilafah Islam mempunyai ciri khusus yang dicetak pada masa Khalifah Ali ra. Namun sayang, peredarannya sangat terbatas karena kondisi politik pada saat itu. Mata uang dengan gaya persia juga ‘lagi-lagi’ di cetak pada zaman Mua`wiyyah dengan mencantumkan gambar dan pedang, Gubernur Irak, pada masa pemerintahan zaid, mencetak uang dengan mencantumkan nama khalifah. Al-hasil, modus yang dilakukan oleh Mu’awiyyah dan Ziad berupa pencantuman gambar dan nama kepala pemerintahan pada mata uang. Peninggalan tersebut kiranya masih dipertahankan sampai saat ini termasuk di indonesia dalam pembuatan uang dengan pencantuman gambar dan kepala pemerintahan. Meskipun mata uang yang beredar pada saat itu belum berbentuk bulat sepertui uang logam pada saat sekarang, baru pada masa ibn Zubair mata uang dengan bentuk bulat dicetak namun peredaranya hanya sebatas wilayah Hijaz.

Terobosan unik yaitu seperti gubernur kufah yang mencetak uang dengan gaya kombinasi Persia dan Romawi. Pada tahun 72-74 H --Bishri bin Marwan-- mencetak mata uang yang disebut atawiyya. Sampai pada zaman ini mata uang khalifah beredar bersama dinar Romawi dan dirham Persia serta sedikit himyarite Yaman. Barulah pada zaman Abdul Malik (76 H) tempat percetakan dapat terorganisasi dengan kontrol pemerintah yaitu dengan didirikannya tempat percetakan di Dara’jarb, suq ahwaz, Sus, Jay, Manadar. Maysan, Ray, Abarqubadh.[viii]

Dirham dan dinar memiliki nilai yang tetap karena itu tidak ada masalah dalam pertukaran uang, jika dinar dijadikan sebagai satuan nilai maka nilai dirham adalah perkalian dari dirham; dan jika diasumsikan dinar sebagai unit moneter nilainya adalah sepuluh kali dirham. Walau pun demikian, dirham lebih umum digunakan daripada dinar sebab aspek politis yaitu hampir seluruh wilayah kekaisaran persia yang mata uangnya dirham dapat dikuasai oleh angkatan perang Islam. Sementara tidak semua wilayah kekaisaran Romawi yang memiliki mata uang dinar dapat dikuasai Islam karena itu menjadi wajar kiranya bahwa mata uang dirham lebih umum di dunia perdagangan bangsa Arab saat itu.[ix] Sehingga dinar dan dirham menjadi mata uang dunia yang tidak dibatasi tempat dan waktu sampai masa keemasan Islam. Dengan kata lain mata uang dinar dan dirham fix. Untuk itulah banyak pemikiran dari tokoh-tokoh muslim di dunia baik melalui Islamic Development Bank (IDB) –yang didirikan 23 April 1975-- maupun cendikiawan muslim Indonesia melalui Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebut saja Cecep Maskanul Hakim dan lain-lainnya mencoba menggulirkan dan mencanangkan mungkinkah dinar emas akan kembali dijadikan sebagai mata uang dunia?.[x]

Dinar adalah mata uang dengan nilai fisik dan nilai intrinsik yang sama, karena berdasarkan emas. Di Indonesia, dinar memang belum populer. Dinar diproduksi dan diedarkan di Indonesia sejak tahun 2001. Penggunaan koin emas dinar oleh masyarakat Indonesia masih sangat terbatas, baik dari segi fungsi maupun kuantitas penggunaan.[xi] Berdasarkan standard World Isllamic Trade Organization (WITO), nilainya setara dengan 4,25 gr emas 22 karat, dengan diameter 23 mm. Bentuk dinar di seluruh dunia berbeda-beda.l Di Indonesiapun, bentuknya berbeda-beda, tergantung institusi yang mengeluarkannya. Dinar yang dikeluarkan oleh Baitulmaal Muamalat (B-Dinar) sisi mukanya bergambar Masjidil Aqsha, tulisan Baitulmaal, cahaya di atas Masjidil Aqsha, da gerigi roda.Sementara sisi bagian dalam tertulis dua kalimat syahadat.

Bentuk memang tidaklah terlalu signifikan, pada dasarnya semua lembaga jelas berhak mengeluarkan dinar asal memenuhi standar WITO kriterianya yakni harus 4,25 gr, 2 karat, berdiameter 23 mm.[xii] Apalagi seandainya bila pemerintah memiliki political will menjadikan dinar sebagai mata uang, bentuknya harus sama digunakan di seluruh Indonesia setelah melalui WITO sebagai lembaga akeditasinya.

Berlakunya suatu mata uang perkembangan selanjutnya (pasca dinar dan dirham) dapat dicermati dibatasi oleh tempat dan waktu tidak berlaku sepanjang masa, misalnya Rupiah hanya diterima di wilayah Indonesia, Rupe hanya diterima di wilayah India --dan banyak lagi mata uang negara lainnya-- sebagai alat pembayaran yang sah, dan tidak berlaku di wilayah lain.


Catatan Akhir:

[i] Hanya logam yang tidak berkarat yang dapat digunakan sebagai alat tukar seperti perak yang dikenal sebagai mata uang dirham dan emas yang dikenal mata uang dinar.
[ii] Ali Abdul Rasul, loc.cit, h. 126
[iii] Hijaz adalah kota yang sangat strategis sebab terletak di antara tiga benua yaitu Asia, Eropa, dan Afrika.
[iv] Ali Akbar Fayyad, History of Islam, (Tehran: Enteshart Daneshgah Tehran, 1958), h. 11-12
[v] Abdul Hay al-Kattani, The Sistem Of Propethic Development Goverment Calld The Administrative Procedure, ( Beirut: Dar Ihya Atthuras al ‘Arabi, tt), vol. II , h. 412-428.
[vi] Baghir al Hasani dan Abbas Mirakhor, Essay on Iqtisâd Islamic Approach to Ieconomic Problems, (USA: Nur, 1989) h. 199-201
[vii] Adirwarman A Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer,( Jakarta: Gipp, 2002) h. 58.
[viii] Ibid
[ix] Baghir al Hasani dan Abbas Mirakhor, loc.cit. h. 201-202
[x] Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi'i Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank Islam, (Jogjakarta: Dana Bakti Wakaf, 1992) h. 58. Bandingkan Adiwarman A Karim, Kajian Kontemporer, loc.cit., h. 146-148
[xi] Alia, “Dinar Aman, Menguntungkan, Bebas Riba”, (Jakarta: Majalah Alia, Januari 2004), h. 61
[xii] Ibid

- 14 Desember 2008

Sumber :
UANG DINAR DAN DIRHAM
Tulisan ini telah dimuat jurnal Al-Iqtishadiyyah
P3EI UIN JKT edisi 1 januari 2004)
Oleh: Muhammad Zen[1] )
[1]) Penulis, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kandidat Doktor Ekonomi Islam Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kini juga sebagai Sekjen Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UIN Jakarta

Dalam :
http://www.kampusislam.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=304
17 September 2009

Sumber Gambar:
http://www.dinarislam.com/wp-content/uploads/2009/08/dinar-dirham-294x300.gif

Bukti Stabilitas Daya Beli Dinar (Emas) dan Dirham (Perak) dari Al-Qur'an dan Al- Hadits

Mungkin Anda bertanya apakah ada uang atau unit of account di zaman ini yang tidak terpengaruh oleh inflasi ?, jawabnya ada yaitu mata uang yang memiliki nilai intrinsik yang sama dengan nilai nominalnya yaitu mata uang yang berupa emas dan perak atau dalam khasanah Islam disebut sebagai Dinar dan Dirham.

Mungkin pertanyaan Anda selanjutnya adalah apa benar emas dan perak atau Dinar dan Dirham tidak terpengaruh oleh inflasi atau daya belinya memang tetap sepanjang zaman ?, untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan uraian yang agak panjang sebagi berikut :

Beberapa bukti sejarah yang sangat bisa diandalkan karena diungkapkan dalam al-Qur’an dan Hadits dapat kita pakai untuk menguatkan teori bahwa harga emas (Dinar) dan perak (Dirham) yang tetap, sedangkan mata uang lain yang tidak memiliki nilai intrinsik terus mengalami penurunan daya beli (terjadi inflasi).

Dalam Al-Qur'an yang agung, Allah berfirman :"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: ”Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita tinggal (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu tinggal (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun". (Al-Kahf 019)

Di ayat tersebut diatas diungkapkan bahwa mereka meminta salah satu rekannya untuk membeli makanan di kota dengan uang peraknya. Tidak dijelaskan jumlahnya, tetapi yang jelas uang perak. Kalau kita asumsikan para pemuda tersebut membawa 2-3 keping uang perak saja, maka ini konversinya ke nilai Rupiah sekarang akan berkisar Rp 100,000. Dengan uang perak yang sama sekarang (1 Dirham sekarang sekitar Rp 33,900) kita dapat membeli makanan untuk beberapa orang. Jadi setelah lebih kurang 18 abad, daya beli uang perak relatif sama. Coba bandingkan dengan Rupiah, tahun 70-an akhir sebagai anak SMA yang kos saya bisa makan satu bulan dengan uang Rp 10,000,-. Apakah sekarang ada anak kos yang bisa makan satu bulan dengan uang hanya Rp 10,000 ? jawabannya tentu tidak. Jadi hanya dalam tempo kurang dari 30 tahun saja uang kertas kita sudah amat sangat jauh perbedaan nilai atau kemampuan daya belinya.

Mengenai daya beli uang emas Dinar dapat kita lihat dari Hadits berikut :

”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi S.A.W memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi S.A.W. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli debupun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)

Dari hadits tersebut kita bisa tahu bahwa harga pasaran kambing yang wajar di zaman Rasulullah, SAW adalah satu Dinar. Kesimpulan ini diambil dari fakta bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang sangat adil, tentu beliau tidak akan menyuruh ‘Urwah membeli kambing dengan uang yang kurang atau berlebihan. Fakta kedua adalah ketika ‘Urwah menjual salah satu kambing yang dibelinya, ia pun menjual dengan harga satu Dinar. Memang sebelumnya ‘Urwah berhasil membeli dua kambing dengan harga satu Dinar, ini karena kepandaian beliau berdagang sehingga ia dalam hadits tersebut didoakan secara khusus oleh Rasulullah, SAW. Diriwayat lain ada yang mengungkapkan harga kambing sampai 2 Dinar, hal ini mungkin-mungkin saja karena di pasar kambing manapun selalu ada kambing yang kecil, sedang dan besar. Nah kalau kita anggap harga kambing yang sedang adalah satu Dinar, yang kecil setengah Dinar dan yang besar dua Dinar pada zaman Rasulullah SAW maka sekarangpun dengan ½ sampai 2 Dinar (1 Dinar pada saat saya menulis artikel ini = Rp 1,171,725) kita bisa membeli kambing dimanapun di seluruh dunia – artinya setelah lebih dari 14 abad daya beli Dinar tetap.

Coba bandingkan dengan Rupiah kita. Pada waktu saya SD (awal 70-an) bapak saya membelikan saya kambing untuk digembala sepulang sekolah, harga kambing saat itu berkisar Rp 8,000. Nah sekarang setelah 35 tahun apakah kita bisa membeli kambing yang terkecil sekalipunpun dengan Rp 8,000 ? tentu tidak. Bahkan ayam-pun tidak bisa dibeli dengan harga Rp 8,000 !. Wallahu A'lam bi showab.

- 12 September 2008

Sumber :
M Iqbal, dalam :
http://www.nurdinar.com/2008/09/bukti-stabilitas-daya-beli-dinar-emas.html
17 September 2009

Penerapan Dinar dan Dirham Solusi dalam Sistem Moneter di Indonesia Tinjauan Perspektif Islam

Perkembangan Penerapan dinar dan dirham di Indonesia

Rencana tekhnis dalam penerapan penggunaan dinar dan dirham dalam perekonomian di Indonesia tampaknya akan segera terwujud secara nyata dengan adanya cetak biru (blue print) tentang pemakaian dinar dan dirham yang akan segera dipersiapkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam konferensi dijakarta tahun 2003. menurut sugiharto (Ketua Departemen Ekonomi ICMI) penyusunan blue print ini sudah disepakati oleh 10 institusi yang telah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan system ekonomi islam, terutama terhadap pemakaian mata uang dinar dan dirham. Lembaga-lembaga tersebut antara lain : ICMI, MUI, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, MES, Asbisindo, dan FOZ.

Tujuan pembuatan cetak biru ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam penerapan mata uang berupa dinar dan drihamdi Indonesia. Untuk memperkenalkan mata uang ini diperlukan sejumlah lembaga pengendali, seperti lembaga sertifikasi yang akan menilai pihak yang berhak mencetak dinar dan dirham agar tidak mudah dipalsukan. Dalam cetak biru itu akan diatur system distribusi dinar dan dirham yang disebut dengan wakala. Wakala berfungsi sebagai tempat penukaran mata uang (money changer).


Model Transaksi Dinar dan Dirham

Tidak saja secara teoritis, dalam implementasinya mata uang Dinar dan Dirham telah terbukti lebih stabil dibandingkan dengan fiat money yang digunakan dunia internasional sekarang. Dalam artikelnya “The Islamic Gold Dinar: Socio-economic Perspective“, Meera dan Aziz (2002) menjelaskan secara detail kelebihan sistem mata uang Islam (Dinar dan Dirham).

Tidak seperti uang hampa, Dinar dan Dirham tidak dapat dicetak ataupun dimusnahkan dengan sekendak-hati pihak berkuasa (pemerintah), karena ia memiliki nilai intrinsik 100%. Ini tentunya akan menghindari terjadinya kelebihan uang dalam masyarakat, atau dengan kata lain akan menghalang terjadinya inflasi. Tidak seperti uang hampa, Dinar dan Dirham juga akan diterima masyarakat dengan hati terbuka tanpa perlu “legal tender” atau penguatan hukum. Kalau masyarakat yang melakukan transaksi dihadapkan pada dua pilihan, untuk dibayar dengan uang hampa atau Dinar, sudah tentu mereka akan lebih memilih Dinar karena kestabilan nilainya.

Kestabilan Dinar ini tentunya akan mempromosikan perdagangan internasional. Bertransaksi dengan menggunakan Dinar akan mengurangi biaya transaksi. Bila Dinar digunakan sebagai mata uang tunggal dunia Islam, maka biaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang lainnya dalam dunia Islam tidak diperlukan lagi. Dan yang paling luar biasa adalah penggunaan Dinar akan lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik dan kekuatan asing. Sebagai contoh, dengan hanya mencetak Dolar tanpa perlu di-back up oleh emas dan kemudian dipinjamkan ke Indonesia, Amerika kini dengan mudah mendikte dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Inilah sebabnya Dinar diyakini mampu mewujudkan sistem moneter global yang berkeadilan (just world monetary system).


Kesimpulan

Mata uang dinar dan dirham telah dipergunakan pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Pada masa islam mata uang itu digunakan sebagai bagian dari hukum muamalah. Tidak menutup kemungkinan pada zaman modern sekarang penerapan kembali mata uang dinar dan dirham mengingat kembali cadangan emas yang dimiliki negara-negara baik negara timur tengah maupun negara asia lebih khusus negara asia tenggara seperti : Indonesia, Malaysia. Terbukti penerapan menggunakan mata uang dinar dan dirham mulai dilakukan saat ini di Malaysia, hal ini menjadi suatu pemicu bagi negara lain yang memiliki cadangan emas yang lebih banyak dibandingkan negara Malaysia, mengingat Indonesia yang mempunyai masyarakat mayoritas muslim dan mempunyai cadangan emas yang cukup banyak menjadi nilai plus untuk menerapkan secepatnya system mata uang dinar dan dirham.

Allahhu A’lam bis shawab
- 13 Juli 2009

Sumber:
Hendro Wibowo
Niriah Online, dalam :
http://www.iaeipusat.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=95&limit=1&limitstart=1
17 September 2009

Dinar Emas : 22 atau 24 Karat ?

Ada pelajaran yang membekas di benak saya dari guru saya dibidang ekonomi syariah Prof. Didin Hafiduddin dalam menyikapi berbagai hal yang kita temui di kehidupan sehari-hari kita – dalam hal muamalah maupun dalam hal Ibadah.

Pedomannya sederhana menurut beliau yaitu untuk urusan ibadah – perhatikan yang diperintahkan dan dicontohkan oleh junjungan kita Muhammad Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam. Di luar yang diperintahkan dan dicontohkan ini – haram hukumnya dalam Ibadah.

Sebaliknya dalam hal muamalah – perhatikan yang dilarang , di luar yang dilarang ini boleh hukumnya.

Nah dalam menjawab banyak pertanyaan tentang kadar Emas dalam Dinar, kaidah yang kedua yang saya pakai karena ini bab muamalah. Dalam berbagai buku fiqih yang saya baca, saya tidak menemukan satupun rujukan Ayat Al-Qur’an atau Hadits yang berbicara masalah kadar/karat emas ini.

Kalau toh ada pihak yang berusaha menjelaskan masalah ini, itu pendapat yang bersangkutan yang bisa benar dan bisa pula salah. Sama juga dengan pendapat saya, bisa benar bisa salah.

Ulama kontemporer zaman ini Dr. Yusuf Al-Qaradawi –pun ketika secara panjang lebar membahas masalah Dinar dan Dirham dalam Kitab Fiqh Al Zakah (King Abdul Aziz University, 2000); beliau tidak sedikitpun mengungkit masalah kadar emas dalam Dinar ini.

Beliau hanya mengungkit masalah beratnya yaitu Hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam yang berbunyi kurang lebih “Timbangan mengikuti yang digunakan penduduk Mekah, Takaran mengikuti yang digunakan penduduk Madinah”.

Dari hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam ini, dalam bahasannya Dr. Qaradawi menyimpulkan bahwa berat 1 Dinar atau 1 Mithqal adalah sama dengan 4.25 gram timbangan saat ini ; sedangkan berat 1 Dirham adalah 2.975 gram.

Kesimpulan yang antara lain didukung dengan hasil penimbangan Dinar yang diterbitkan pada jaman Khalifah Abdul Malik yang ada di musium ini ternyata juga sama beratnya dengan koin emas yang diterbitkan oleh kerajaan Byzantine.

Karena tidak adanya dalil yang mengatur masalah karat ini; maka saya menggunakan logika sejarah untuk memutuskan Dinar dengan kadar berapa yang disebar-luaskan oleh Gerai Dinar. Perlu diingat bahwa Gerai Dinar tidak membuat atau memproduksi Dinar sendiri – Gerai Dinar hanya menyebar luaskan Dinar yang diproduksi oleh Mitra kita satu-satunya di Indonesia yaitu Logam Mulia – PT. Aneka Tambang, TBK.

Berikut adalah fakta-fakta sejarah yang dapat saya temukan:
Semasa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam masih hidup; beliau belum (memerintahkan ) mencetak Dinar Islam sendiri. Berarti Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam menggunakan Dinar yang diproduksi oleh dunia di luar Islam. Apa yang ada sebelum Islam atau di luar Islam kemudian juga digunakan oleh beliau, maka ini menjadi ketetapan atau taqrir beliau – yang berati Dinar (uang emas) di luar Islam-pun boleh digunakan oleh umat Islam.

Dinar baru mulai dicetak di Kekhalifahan Islam pada jaman Kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60H) ; namun pada jaman itu uang emas dari Byzantine tetap juga digunakan bersama Dinar Islam.
Pada jaman Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (75 H-76 H) barulah beliau melakukan reformasi finansial, dimana hanya Dinar dan Dirham Islam yang dipakai di Kekhalifahan.

Sampai abad 19 koin-koin emas yang ada di dunia hanya berkadar antara 0.900 % – 0.9166 % atau yang paling mendekati adalah 22 karat ( 22 karat = 22/24 = 0.917%)
Jadi dengan fakta-fakta tersebut, manakah yang lebih mendekati Dinar jaman Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam; 22 karat atau 24 karat? Insya Allah Dinar 22 karat yang lebih mendekati, maka inilah pilihan saya.

Baru dalam 2 abad terakhir ketika teknologi pemurnian emas sudah semakin baik, koin emas 24 karat mulai dibuat orang. Meskipun demikian tidak serta-merta koin emas yang ada di dunia lantas rame-rame dibuat dalam kadar 24 karat.

Ketika koin emas digunakan untuk keperluan jual beli sehari-hari (sebagai alat tukar), maka dibutuhkan kekokohan (durability) yang tinggi –koin emas tersebut tetap dibuat dalam 22 karat. Sampai sekarang-pun koin emas American Eagle, British Britannias, South African Kruggerands tetap dibuat dalam 22 karat.

Demikian pula Dinar emas; yang diterbitkan di Malaysia oleh Islamic Mint Malaysia, di Dubai oleh e-Dinar dan di Indonesia oleh Logam Mulia juga menggunakan 22 karat karena intensinya memang Dinar emas ini suatu saat bisa menjadi Dinar emas yang aktif – yaitu sebagai alat tukar yang nyata.

Memang ada koin emas yang saat ini diproduksi dalam 24 karat seperti Canadian Maples, Chinese Pandas dan Australian Nuggets, termasuk juga beberapa produksi Logam Mulia – tetapi koin-koin semacam ini tidak pernah dimaksudkan menjadi alat tukar aktif.
Meskipun pendapat saya ini cenderung untuk menggunakan Dinar 22 karat karena intensinya suatu saat akan menjadi mata uang yang aktif digunakan sehingga dibutuhkan koin yang durable; maka konsisten dengan kaidah di atas – saya juga tidak bisa menyalahkan pihak-pihak yang menggunakan Dinar 24 karat, lha wong saya nggak ketemu dalil yang melarangnya kok – apa hak saya untuk menyalahkannya ? Lebih jauh lagi, kalau Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam saja mau menggunakan koin emas yang diproduksi oleh orang-orang di luar Islam – masa koin emas yang disalurkan saudara kita se-Iman kita tolak ?

Yang penting kita harus jujur, kalau Dinar yang kita perkenalkan 22 karat – maka katakan demikian. Inilah sebabnya mengapa di sertifikat kita yang menyertai setiap koin Dinar – kita sebutkan kadar dan beratnya dengan jelas. Semata-mata untuk jujur dan transparan pada para pengguna.

Kalau Anda sempat ke toko-toko emas di Mekah atau Medinah dan nanya Dinar, maka Anda akan diambilkan dalam genggaman tangan beberapa keping Dinar – tanpa sertifikat. Orang percaya begitu saja mungkin karena di Mekah atau Medinah, tetapi tahukah Anda berapa kadar emasnya? Anda hanya bisa tahu kadarnya kalau dites dengan technology tinggi seperti technology X-Ray yang dimiliki oleh Gerai Dinar dan Logam Mulia.

Lantas bagaimana bila di pasaran ada dua koin Dinar dengan karat yang berbeda ? Saat ini tidak menjadi masyalah karena keduanya masih belum sepenuhnya aktif sebagai alat tukar; kedua koin lebih banyak berfungsi secara efektif sebagai store of value.
Bila keduanya akan mulai aktif sebagai alat tukar yang beredar di pasar, maka seperti kata Ibnu Taimiyah – koin yang berkadar lebih tinggi akan dengan sendirinya menghilang dari pasar karena akan cenderung disimpan oleh pemiliknya atau diambil keuntungannya. Inilah mengapa di belahan dunia lain-pun koin 24 karat memang tidak diarahkan untuk menjadi alat tukar yang aktif seperti yang saya berikan contohnya diatas.

Kelak pada waktunya kekhalifahan Islam berdiri tegak; Insya Allah semuanya mengikuti satu standar yang sama – tetapi untuk saat ini belum ada yang berhak mengaku paling benar standarnya atau paling benar pemahamannya. Wallahu A’lam.

- 13 Agustus 2009

Sumber :
http://www.dinarislam.com/index.php/2009/08/13/dinar-emas-22-karat-atau-24-karat-kah/
17 September 2009

Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham


Uang sebagai alat tukar telah dikenal orang dan berkembang selama ribuan tahun.

Sementara di dunia barat rezim uang silih berganti dan penuh cerita kegagalan; Islam memiliki konsep yang sangat baku tentang uang dan segala bentuk transaksi yang melibatkan uang. Bukan hanya sebatas teori tetapi blue print kuangan Islam memang pernah diwujudkan dalam bentuk nyata di awal-awal Kekhalifahan Islam dan terbukti hasilnya berupa kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Umat Islam justru terperosok kedalam keterpurukan ekonomi di berbagai negara di zaman modern ini karena kita tidak berpegang pada sistem ekonomi dan moneter yang menjadi tuntunan agama yang mulia ini. Buku ini menggambarkan dengan jelas kerusakan-kerusakan yang timbul dari sistem moneter yang dianut di dunia saat ini, dan sekaligus memberi solusi bagaimana menurut Islam masalah keuangan ini seharusnya ditangani.

Melengkapi kajian – kajian fiqih yang terkait dengan kedudukan uang dalam hukum Islam, buku ini juga didukung dengan berbagai statistik antara lain mulai dari statistik harga emas selama lebih dari seratus tahun, harga minyak selama enam puluh tahun, dan index harga bahan pokok di Kekhalifahan Usmaniah selama satu setengah abad dibandingkan dengan index harga di dunia barat pada periode yang sama.

Meskipun banyak membahas masalah statistik harga dan menyinggung juga masalah teori kwantitas uang, buku ini ditulis untuk ddapat dibaca dengan mudah oleh siapapun dengan latar belakang apapun. Pembahasan masalah statistik dan keuangan dibuat secara sederhana, demikian juga disederhanakan pembahasan masalah fiqih yang terkait dengan uang.

Disadari bahwa Dinar dan Dirham yang menjadi tema sentral buku ini tidak dapat berdiri sendiri dalam mengembalikan kemakmuran Islam, oleh karenanya disinggung pula dalam buku ini roda-roda penggerak kemakmuran Islam lainnya yaitu sistem investasi yang bebas riba, pasar yang dikelola secara Islami dan pelembagaan dan profesionalisasi pengelolaan zakat dan wakaf.

Dengan bahasan yang luas namun singkat, diharapkan buku ini dapat menjadi bekal pengetahuan yang baik sekaligus menambah wawasan bagi para Da'I untuk men-da'wah-kan solusi Islam, sekaligus juga menjadi pencerahan bagi para pelaku bisnis agar mereka dapat berhijrah dari sistem ekonomi Ribawi yang sudah terbukti kegagalannya kembali dan ke solusi Islam – yang memang sudah dijanjikan bahwa kita tidak akan tersesat selama kita berpegang pada Al-Qur'an dan al- Hadits.


PERJALANAN UANG DARI WAKTU KE WAKTU

Perjalanan Uang Emas dan Perak
Perjalanan Uang Kertas
Kerusakan Yang Telah Ditimbulkan oleh Sistem Moneter Saat Ini
Perjalanan Kembali Ke Dinar dan Dirham


HAKIM' YANG ADIL BERNAMA DINAR DAN DIRHAM

Rencana Allah atas Penciptaan Emas dan Perak
Emas dan Perak Adalah Mata Uang Yang Fitrah
Perintah Menegakkan Timbangan Yang Adil
Menjaga Stabilitas Nilai Sepanjang Masa
Perubahan Persepsi Tentang Harga Emas dan Perak
Bukti-Bukti Stabilitas Nilai Dinar dan Dirham
Keharusan Menjaga Kekayaan Umat


ISLAM DAN SISTEM EKONOMI

Phylosophy Ekonomi
Prinsip- Prinsip dan Aturan yang Berlaku
Fungsi- Fungsi Operasional


ISLAM DAN TEORI MONETER

Teori Moneter Konvensional
Teori Mercantilism
Teori Klasik
Teori Marxist
Teori Austrian dan Neo Klasik
Teori Keynesian
Teori Monetarist
Sistem Moneter Dalam Islam
Sejarah Singkat Uang Dalam Islam
Pendapat Para Ulama Fiqih Klasik Tentang Uang
Kedudukan Uang Kontemporer Dalam Pandangan Fiqih


TEORI KWANTITAS UANG

Aplikasi Teori Kwantitas Pada Uang Kertas
Aplikasi 'Teori Kwantitas' Pada Dinar dan Dirham
Perbedaan Inflasi Yang Dhalim Dengan Naik-Turunnya Harga Yang Fitrah


SOLUSI UNTUK MENINGGALKAN FRACTIONAL RESERVE BANKING

Kerusakan Sistem Perbankan Dunia Barat Yang Kita Tiru
Solusi Untuk 100% Reserve System
Alternatif Peraturan dan Operasi Perbankan Syariah
Apakah Solusi Islam Akan Dapat Bersaing Merebut Hati Konsumen ?


RODA-RODA EKONOMI ISLAM YANG AKAN BERPUTAR BERSAMA DINAR DAN DIRHAM

Sistem Pembiayaan Yang Bebas Riba
Qirad atau Mudharabah
Musyarakah
Ini Pasarmu Wahai Muslimin...
Peran Pemimpin Umat Dalam Kaitan Dengan Pasar
Peran Para Pedagang
Pelembagaan dan Profesionalisasi Pengelolaan Zakat dan Wakaf


TAHAPAN IMPLEMENTASI DINAR DAN DIRHAM

Masalah-Masalah Yang Harus Diatasi
Penggunaan Dinar Sekarang Dan Prospeknya Kedepan
Tahap 1 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Belum Dikenal Luas dan Belum Diakui Sebagai Uang
Tahap 2 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Mulai Dikenal Luas Tetapi Belum Diakui Sebagai Uang
Tahap 3 : Penggunaan Dinar dan Dirham Secara Luas dan Siap Bersaing Dengan Mata Uang Masa Depan
Penggunaan Dirham dan Masa Depan Perak


PELEMBAGAAN HISBAH

Hisbah di Zaman Rasulullah SAW dan Sesudahnya
Pelembagaan Hisbah di Zaman Ini


EPILOG – OPTIMISME YANG HARUS DIMILIKI OLEH UMAT INI

Appendix I : Bagaimana Spekulan Mata Uang Beraksi
Appendix II : Produk Tolong-Menolong (Takaful) Berbasis Dinar
Appendix III: Belajar Dari Kesuksesan Abdurrahman bin Auf Dalam Berdagang
Appendix IV : Mobile Payment System Berbasis Dinar
Appendix V : Spesifikasi Teknis Perak Emas dan Perak
Appendix VI: "Draft Pidato" Presiden Amerika Serikat Untuk Pembubaran Dollar

Judul Buku : Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham
Penulis : Muhaimin Iqbal

Sumber :
http://www.pesantrenalam.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=17
17 September 2009
Penerbit : DinarClub - Spiritual Learning Center

Dinar-Dirham Anti Inflasi dan Spekulasi

Dinar dan dirham terbebas dari tindakan spekulatif dan inflasi, bahkan tindakan pemalsuan. Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia.

TUKAR dolar Anda menjadi emas dan perak! Demikian seruan ulama Amerika Serikat (AS) asal Yaman, Imam Anwar al-Awlaki, menyikapi krisis keuangan global saat ini yang dipicu bangkrutnya sejumlah lembaga keuangan Amerika.


Jika Anda termasuk orang yang Allah lapangkan rezqi-nya, maka Anda sebaiknya tidak memiliki property di AS dan Anda sebaiknya menukar dollar Anda menjadi emas dan perak, seru Imam Anwar dalam artikelnya, Is the Franklin morphing into the Washington!, di Imam Anwar’s Blog, www.anwar-alawlaki.com. Nilai emas dan perak telah bertahan sepanjang sejarah dan tidak ada alasan untuk mengira bahwa ia tidak akan bertahan di masa yang akan datang, imbuhnya.

Mantan Imam Masjid di Colorado, California, dan pemuka Islam di George Washington University ini menjelaskan, emas diakui sebagai mata uang selama beribu tahun. ?Uang FIAT (uang kertas) merupakan suatu penemuan baru dan hanya bernilai sesuai kekuatan politis dan ekonomis para penerbitnya beserta kepercayaan (trust) dunia terhadap kekuatan politis dan ekonomis tersebut,katanya merujuk pada kekuatan politis-ekonomis AS yang makin merosot akhir-akhir ini dan berimbas pada penurunan nilai dolar.

Seruan Imam Anwar bukan saja benar secara historis-faktual, tapi juga sesuai dengan nash hadits Nabi Saw. Abu Bakr ibn Abi Maryam meriwayatkan, ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, ?Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apa pun yang berguna selain dinar dan dirham? (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).

Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sebagai contoh, harga seekor ayam pada masa Rasulullah adalah satu dirham. Saat ini, 1,400 tahun kemudian, harga seekor ayam tetaplah satu dirham! Jadi, selama 1,400 tahun nilai inflasinya nol.

Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu digunakan oleh paleiothic man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi.

Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah memberikan perubahan signifikan terhadap penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) dalam aktivitas ekonomi. Pada masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO) dan berlaku hingga sekarang.

DALAM perdagangan, Nabi Saw selalu menggunakan dinar-dirham sebagai alat tukar. Dinar ditetapkan pada masa Khalifah Umar Bin Khattab berupa emas 22 karat seberat 4,25 gram. Dirham berupa perak murni seberat 3 gram. Standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar, berat dari 10 dirham setara dengan tujuh dinar (1 mithqal).

Pada 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdul Malik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak dirham untuk pertama kalinya. Secara resmi ia menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar. Sang khalifah memerintahkan, pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: ?Allahu Ahad, Allahu Shamad? (QS. Al-Ikhlash: 1-2).. Ia juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf. Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam.

Dinar dan dirham biasanya berbentuk bundar. Tulisan yang dicetak di atasnya memiliki tataletak melingkar. Lazimnya, di satu sisi terdapat kalimat ?tahlil? (La ilaha illallah) dan ?tahmid? (alhamdulillah). Sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan. Pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah dan terkadang ayat-ayat Qur’an.

Pasa masa kekuasaan Islam hingga berakhirnya era khilafah, koin emas dan perak menjadi mata uang resmi. Pasca khilafah, uang kertas menggeser posisi dinar-dirham. Sejarah membuktikan berulang kali, termasuk krisis keuangan global saat ini, uang kertas menjadi alat penghancur dan melenyapkan kekayaan umat Islam. Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan utang ataupun surat janji pembayaran menjadi alat tukar sah. (Mel, dari berbagai sumber).*
- 10 Agustus 2009

Sumber :
http://khilafahstuff.com/2009/08/10/dinar-dirham-anti-inflasi-dan-spekulasi/
17 September 2009

Rasulullah dan Uang Delapan Dirham

Dengan bekal uang delapan dirham, Rasulullah Saw berangkat ke pasar untuk membeli sesuatu. Namun di tengah jalan Rasulullah mendapati seorang perempuan tua sedang menangis. Beliau menghampiri perempuan tua tersebut dan menanyakan kenapa dia menangis. Ternyata perempuan tua itu kehilangan uangnya sebesar dua dirham. "Terimalah uang dua dirham ini sebagai gantinya". Lalu Rasulullah meneruskan perjalanannya menuju pasar.

Di pasar Nabi membeli sebuah gamis dengan harga dua dirham dan langsung dikenakannya. Setelah itu Rasulullah pulang. Ketika dalam perjalanan pulang, Rasulullah bertemu seorang lelaki tua yang tak mengenakan pakaian.

Orang tua itu berkata, "Siapa saja yang mau memberikan pakaian kepadaku, semoga Allah memberikan kepadanya pakaian dari sutra hijau di surga nanti."

Mendengar perkataan orang tua tersebut, Rasulullah lalu mencopot gamis yang baru saja dia beli di pasar dan menyerahkan kepada orang tua tersebut. Sebagai gantinya, Rasulullah yang masih memegang uang sebesar empat dirham kembali ke pasar dan membeli gamis lagi yang seharga dua dirham. Ketika beliau berjalan pulang, Rasulullah bertemu kembali dengan perempuan yang sudah diberi olehnya uang dua dirham tadi dalam keadaan menangis.

"Apalagi yang menyebabkan kamu menangis," tanya Rasulullah.

"Wahai Rasulullah. Aku ini pelayan yang disuruh belanja ke pasar oleh majikanku. Aku takut dimarahi karena terlambat, padahal keterlambatan itu disebabkan oleh uang yang hilang tadi. Aku takut pulang, jangan-jangan mereka memarahiku," Jawab perempuan tua itu.

"Pulanglah, aku akan mengantarmu," Kata Rasulullah. Maka perempuan tua itu di antar oleh Rasulullah ke tengah keluarganya di perkampungan sahabat Anshor.

"Sesampainya di rumah majikan perempuan tua itu, Rasulullah berkata, "Pelayan wanitamu ini terlambat datang. Ia takut kalau kau marah atau menyiksanya. Kalau kau mau marah atau menyiksanya, silahkan kepadaku saja," Kata Rasulullah kepada para wanita itu.

"Kami telah menerima bantuanmu wahai Rasulullah. Kami telah membebaskan perempuan ini. Karena dialah Rasulullah berkunjung ke rumah ini dan memberi salam kepada kami tiga kali. Dia merdeka untuk Allah Yang Maha Agung," Kata mereka.

Dengan melangkah pulang Rasulullah berkata, "Sungguh aku tidak pernah melihat perkara yang lebih berkah daripada uang delapan dirham ini," Katanya.

Bagaimana dengan kita yang memiliki harta yang banyak yang lebih besar dari delapan dirham. Apakah mau membantu seseorang yang sedang kesulitan dengan harta yang kita miliki, meskipun orang tersebut tidak kita kenal. Mudah-mudahan kisah di atas dapat menggugah hati kita untuk meneladani akhlak Rasulullah Saw sebagai panutan dalam kehidupan kita sehari-hari. Amiin. (zar, www.pkesinteraktif.com)

Disarikan dari berbagai sumber
- 30 Januari 2009

Sumber :
http://www.pkesinteraktif.com/content/view/4080/221/lang,id/
17 September 2009